News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perjuangan KMPA Giri Bahama Angkat Air Gua Suruh: Putus Kekeringan, Angkat Kesejahteraan Warga Desa

Penulis: Imam Saputro
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dokumentasi pengangkatan air dari perut Gua Suruh di Desa Pucung pada tahun 2013, air disedot dari kedalaman 44 meter di bawah permukaan tanah

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Imam Saputro

TRIBUNNEWS.COM, WONOGIRI -  Kokok ayam jantan pertama di dini hari bulan Agustus 1987 seakan jadi alarm pengingat bagi Suyadi dan warga Desa Pucung, Wonogiri untuk segera berangkat mengambil air.

Suyadi membawa dua kaleng minyak bekas berukuran 20 liter, sebilah bambu untuk pikulan dan obor dengan minyak tanah sebagai bahan bakar.

Tanpa menunggu terang pagi, Suyadi dan puluhan warga Desa Pucung mulai berjalan menuju ke arah timur, tepatnya ke Dusun Suko atau Dusun Tejo.

Arak-arakan obor itu menjadi pemandangan biasa setiap musim kering tiba.

“Biasanya jam 3 pagi sudah mulai jalan ke Desa Suko atau Desa Tejo, ramai-ramai, jadi seperti ada barisan obor panjang ke arah timur tiap pagi,” cerita Suyadi mengenang perjuangan mengambil air yang sudah dilakukannya sejak tahun 80an ini kepada Tribunnews.com awal Oktober 2023.

Para lelaki biasanya membawa dua blek (kaleng minyak) dengan cara dipikul sedangkan perempuan menggendong atau menyunggi tempayan air.

Tujuan mereka sama, untuk mengambil air di desa tetangga yang hanya cukup untuk kebutuhan domestik sehari-hari.

“Kami menyebutnya, ngangsu  atau mengambil air, bisa di belik (mata air) atau sumur di Desa Tejo atau Suko yang masih mengeluarkan air,” kenang Suyadi.

Tahun 80an, sepeda kayuh masih menjadi barang mewah di Desa Pucung, apalagi sepeda motor, sehingga aktivitas mengambil air itu dilakukan dengan cara berjalan kaki beramai-ramai.

Perjalanan melalui jalan berbatu dan berdebu dilakoni Suyadi dan penduduk Desa Pucung tanpa sinar matahari.

Kondisi desa berbukit-bukit juga memaksa warga untuk mengeluarkan tenaga lebih.

"Kalau pas berangkat ya nanjak, pas pulang banyak turunnya, tapi sambil memikul air di jalan turun ya tenaganya malah lebih," kenang Suyadi.

Ngangsu itu harus pagi-pagi, karena kalau sudah terang atau jam 5an, air sudah habis, tidak kebagian,” kata Suyadi menambahkan.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini