TRIBUNNEWS.COM - Kepolisian dari jajaran Bareskrim Polri dibantu Polda DIY berhasil mengungkap kasus keripik pisang narkoba dan happy water.
Kedua jenis narkotika tersebut diproduksi di sebuah rumah kontrakan di Padukuhan Pelem Kidul, Kalurahan Baturetno, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY.
Polisi dalam kasus ini telah menetapkan sebanyak delapan orang tersangka.
Satu di antaranya R, pria yang mengontrak rumah untuk dijadikan tempat produksi kasus keripik pisang narkoba dan happy water.
Lantas siapa sosok R sendiri?
Dikutip dari TribunJogja.com, R bukanlah warga asli Kabupaten Bantul. Ia berasal dari DKI Jakarta.
Baca juga: Keripik Pisang Narkoba di Jogja Dijual Mulai Rp1,5 Juta per Bungkus, Ini Kata Wabub Bantul
R tercatat kelahiran tahun 1982 dan kini sudah berumur 41 tahun.
Ia baru sekitar sebulan mengontrak sebuah rumah di Padukuhan Pelem Kidul atau tempat kejadian perkara (TKP) dalam kasus ini.
R diketahui sebagai 'koki' pengolah produk keripik pisang narkoba dan happy water.
R dalam tugasnya dibantu oleh tersangka lain yakni EH, BS, MRE, dan AR.
Selain itu, R juga berperan sebagai distributor yang menyalurkan barang haramnya ke para calon pembeli.
Dikira pengangguran
Pemilik kontrakan yang ditinggali R, Wahyuni (66) memberikan pengakuannya.
Ia terkejut tak pernah mengira rumah miliknya dipakai untuk tempat produksi keripik pisang narkoba dan happy water.
Bahkan Wahyuni mengira R seorang pengangguran.
"Karena selama ini saya kira yang ngontrak itu cuma tidur saja," ucap dia, dikutip dari TribunJogja.com, Minggu (12/4/2023).
Wahyuni melanjutkan ceritanya, ia mengaku beberapa kali bertegur sapa dengan R.
Momen tersebut terjadi saat R hendak beli makan di dekat kontrakannya.
R kerap membeli makanan di angkringan pempek di warung milik warga.
Baca juga: Bareskrim Polri Bongkar Peredaran Narkoba Bermodus Paket Keripik Pisang, Berawal Dari Patroli Siber
"Kalau ketemu pasti dia mau cari makan. Pernah kemarin-kamarin gitu juga."
"Saya ketemu dia di depan rumah saya, terus saya tanya, mau ke mana, dia jawab mau cari makan," kata Wahyuni.
Wahyuni menambahkan, ia melihat langsung R saat ditangkap polisi pada Kamis (2/11/2023) malam.
Awalnya rumah kontrakannya didatangi sejumlah anggota kepolisian berseragam sipil.
"Malam itu, waktu pengamanan (tersangka R) ada pak polisi yang jambak rambut dia (tersangka R). Pak polisi itu jambak rambutnya ke atas, terus saya takut."
"Pas dia (tersangka R) keluar, kok tiba-tiba tangannya sudah diborgol. Saya langsung cari tahu, ternyata dia bikin narkoba di kontrakan saya," tandas Wahyuni.
Bisa beromzet Rp5 miliar
Putaran uang di bisnis haram R dan kawan-kawan lewat jual beli keripik pisang narkoba dan happy water ternyata bernilai fantastis.
Wakapolda DIY Brigjen R Slamet Santoso mentaksir, R dkk bisa memiliki omzet hingga miliaran rupiah jika semua barang dagangannya habis terjual semua.
Beruntung sebelum Keripik pisang narkoba dan happy water ludes dibeli, polisi bisa membongkar kasusnya.
"Kalau itu terjual sekitar Rp 4 sampai Rp 5 miliar. Untung belum sempat terjual semuanya," kata Slamet, dikutip dari TribunJogja.com.
Dalam kasus ini, polisi berhasil mengamankan barang bukti 426 bungkus keripik pisang narkotik berbagai ukuran, 2.022 botol ukuran 10 mililiter cairan happy water, dan 10 Kilogram bahan baku narkotika.
Baca juga: Apa Itu Happy Water, Narkoba yang Tempat Produksinya Digerebek Bareskrim Polri di Bantul
Slamet membeberkan para pelaku sudah menjual keripik pisang narkoba sebanyak 30 kilogram.
Keripik pisang dan happy water tersebut dicapur sejumlah narkoba ke dalam kandungannya.
"Ini campuran antara Amfetamin dan Sabu. Jadi beberapa hal itu dikolaborasikan dengan apa yang tadi disampaikan, keripik pisang maupun happy water," urai Slamet.
Kini R, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ia dijerat Pasal 114 Ayat (2) JO maupun Pasal 132 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009.
R terancam pidana mati maupun pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat enam tahun dan paling lama 20 tahun dan denda minimal Rp1juta dan maksimal Rp10 miliar ditambah sepertiga.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)(TribunJogja.com/Neti Istimewa Rukmana)