News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pak Guru Pesulap Limbah Tekstil, Rangkul Tetangga Usung Misi Ekspor ke Luar Negeri

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peraih Satu Indonesia Awards Provinsi Rifaul Zamzami menunjukkan produk olahan limbah tekstil menjadi celana

TRIBUNNEWS.COM – “Pilih kain warna biru saja, eh, jangan. Yang krem lebih banyak dari pada yang warna biru.”

Begitulah ucapan Bibi Olidah, tengah memilah dan memilih kain-kain yang nantinya menjadi produk pakaian.

Ool, sapaan akrabnya, adalah yang bertugas pertama menentukan bakal kain untuk selanjutnya dijadikan pola.

Dari sebuah ruang seluas 3x4 meter, Ool memulai kegiatannya setiap pagi.

Mulai dari mengambil lembaran kain dari tumpukan karung, dia harus mencermati pola kain mana yang serupa. Atau minimal hampir sewarna.

Susah-susah gampang, namun kegiatan ini menjadi biasa di tangan Ool lantaran sudah dilakukan selama belasan tahun.

"Tok, kalau sudah dapat corak yang sama atau warna serupa sudah dikumpulkan. Kita salurkan sebelah (ruangan produksi)," ungkap Ool kepada Tribunnews.com, Sabtu (4/11/2023).

Proses memilih bakal pakaian dari limbah tekstil di rumah Rifaul Zamzami (Tribunnews.com)

Sebelum itu, Ool memberi catatan. Kain masih akan terbagi lagi ke dalam tiga varian.

Kumpulan kain dengan sedikit warna akan dijadikan produk pakaian anak, sebaliknya yang terkumpul dengan warna terbanyak dijahit untuk produk ukuran dewasa. 

Lantas, saat kumpulan kain sewarna tadi dihantarkan ke ruang produksi, giliran suara bising mesin-mesin jahit terdengar.

Tak kalah keras juga suara mesin obras, mesin yang digunakan untuk merapikan pola bakal produk pakaian.

Lebih luas dari ruang untuk memilih kain, ruang produksi ini berisi dengan aneka alat dan mesin untuk menyelesaikan produk-produk celana olahan limbah tekstil.

Ool selanjutnya menunjukkan bagaimana pola celana dibuat. Tersedia gambar yang digunakan agar pola yang digambar sama.

Setelahnya, kain-kain diobras lalu dilanjutkan giliran penjahit menjadikannya celana.

Sebenarnya proses produksi tak selesai sampai di situ.

Ool mengaku masih banyak tetangga yang bakal mengambil kain untuk selanjutnya dijahit di rumah masing-masing.

Ada juga pemuda yang masih kuliah membagi waktu dengan menjadi penjahit di rumah produksinya.

Ia bernama Lala, sepulang kuliah pasti mengambil kain untuk selanjutnya dibawa pulang dan dijahit sesuai pola celana. 

Hal itu sesuai dengan rencana awal sang pemilik usaha, Rifaul Zamzami.

Pria asal Comal, Pemalang ini memang ingin sejak awal merangkul sanak saudara hingga tetangga di sekitar rumah untuk membesarkan bisnisnya.

Berawal dari keprihatinan Rifaul akan lingkungan sekitar, melihat limbah tekstil dibuang dan dibakar menimbulkan polusi.

"Bikin sesak napas," ucapnya singkat. Ia lalu berkeinginan mengolah limbah tekstil itu di rumah.

Hanya berempat, dirinya dan orang tua serta saudara yang merintis usaha pengolahan limbah tekstil dijadikan pakaian pada 2011.

Modalnya sangat minim saat itu, ia bercerita, cukup membayar Rp 30 ribu untuk mengganti karung berisi kain limbah tekstil.

Lantas dirinya mencoba membuatnya menjadi celana. Dan jadilah, celana-celana tersebut ia jual ke berbagai daerah.

Bahkan pria yang saat itu berprofresi sebagai guru honorer memanfaatkan waktu libur weekend untuk turun langsung berjualan.

Saat bekerja mengajar, kegiatan produksi ia pasrahkan kepada orang tua.

"Saya jualan langsung sampai ke Bali, menyaksikan dagangan saya diberi bule, Sangat senang ya karena laris, bule suka yang murah-murah," paparnya kemudian tersenyum mengenang kisah masa lalu.

Naik Turun

Usahanya berangsur naik dan menguntungkan, Rifaul memberanikan diri menambah karyawan dan alat pendukung produksi.

Ditambah lagi, ia dianugerahi penghargaan Satu Indonesia Awards Provinsi Jawa Tengah dari Astra.

Semangat tersebut yang semakin menumbuhkan kepercayaan untuk berusaha lebih lagi.

Bapak dua anak ini bercerita perihal pendapatan hasil berjualan celana olahan limbah tekstil.

Saat puncaknya, ia pernah menjual produk celana hingga 30 karung sekali kirim. Rinciannya, satu karung berisi 30 kodi.

Harganya, per celana anak Rp 5.000, remaja Rp 10.000 dan ukuran dewasa Rp 15.000 per buah.

Pasar yang ia target yakni Yogyakarta, Solo, Kalimantan, Sumatra, hingga Bali.

Sebelum pandemi, total terdapat 30 karyawan bekerja dengannya. Terdiri dari tetangga sekitar rumah dan juga keluarga.

Namun kondisinya berubah saat pandemi menyerang. Rifaul mengurangi hampir setengah jumlah karyawan lantaran sulitnya berjualan.

Bagaimana tidak, saat pembatasan kegiatan masyarakat, aktivitas perdagangan hingga pengiriman barang terhenti dan dibatasi.

Pelanggan, kata dia, juga menghentikan pesanan karena menurunnya peminat.

Proses menjahit produk olahan limbah tekstil di rumah Rifaul Zamzami (Tribunnews.com)

Rifaul mengaku tak patah semangat, ia tetap melanjutkan produksi dan menjual sebisanya. Yakni memanfaatkan koneksi yang terbangun antar pelaku UMKM.

Seperti yang dibangun Astra saat ini, menurut Rifaul, Astra tengah memfasilitasi kolaborasi pelaku UMKM di berbagai daerah untuk saling mengisi.

Itulah yang menandai kebangkitan UMKM, termasuk dirinya yang tak kenal putus asa.

Rifaul kini memiliki misi untuk semangat demi masa depan Indonesia. Ia ingin memperbesar usaha dan memperlebar jangkauan penjualannya.

"Dengan bimbingan Astra, saya ingin menuju ekspor dagangan saya ke luar negeri," ucapnya.

Lantas tak lupa, ia bakal membuka lapangan pekerjaan demi melanjutkan keinginannya agar lingkungan sekitar lebih maju dalam hal nasib dan kehidupan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini