Laporan Wartawan Tribun Jabar Lutfi Ahmad Mauludin
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Mulai 3 Februari nanti, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) akan menerapkan dynamic pricing atau tarif dinamis.
Penerapan tarif dinamis memungkinkan pengguna mendapatkan tiket dengan harga yang jauh lebih murah pada saat-saat tertentu.
Pakar transportasi publik dari Institut Teknologi Bandung, Sony Sulaksono menilai kebijakan KCIC menerapkan tarif dinamis akan mematikan pesaingnya, Kereta Api Argo Parahyangan.
Operasional Kereta Api Argo Parahyangan, kata dia sudah terlihat tak lama setelah Whoosh beroperasi.
"Kereta Argo Parahyangan semula ada enam atau tujuh perjalanan dalam sehari dan kini hanya dua perjalanan sehari pada waktu yang tidak terlalu favorit," kata Sony Sulaksono.
Oleh karena itu, adanya tarif yang lebih murah dari Whoosh pada waktu perjalanan yang tidak terlalu favorit jelas akan menurunkan minat orang untuk naik Kereta Api Argo Parahyangan.
"Dibuat harganya itu dinamis, saat tak sibuk jadi murah, agak sibuk menggunakan harga biasa. Petanya kan sudah kelihatan," ujar Sony.
Baca juga: KA Cepat Whoosh Jadi Kebanggaan Asia Tenggara, Menhub Budi: Branding Sudah Bagus
"Tarif Whoosh saat weekend Rp 250 ribu, sama dengan harga Argo Parahyangan. Seharusnya, kata Sony, angkutan umum itu tak "saling membunuh", melainkan saling menguatkan.
Saat ini terjadi pada angkutan kereta, menurutnya, tentu sangat disayangkan, karena pada dasarnya kereta cepat itu saingannya adalah pesawat, bukan kereta api.
"Kalau kita lihat di Jepang, kereta api lokal tetap ada. Konsepnya seharusnya dijadikan pelajaran karena pasar kereta cepat dan pasar kereta lokal atau Argo Parahyangan itu berbeda, destinasinya juga berbeda," ujarnya.
Berkurangnya jadwal perjalanan Argo Parahyangan dan tarif dinamis Whoosh, menurut Sony, akan membuat orang yang semula naik Argo Parahyangan dengan tujuan Jakarta Pusat terpaksa harus naik kereta cepat, turun di Jakarta Timur lalu naik kereta api lagi, naik bus, atau taksi yang lebih mahal.
"Kalau kita hitung naik taksi dari Halim ke Gambir tarifnya sampai Rp 150 ribu," ujar Sony.
Memang kereta cepat itu hanya 45 menit, tapi itu hanya sampai Halim.
"Dari Halim (ke Jakarta Pusat) nambah lagi perjalanan, nambah biaya dan waktu," katanya.
Begitu juga dengan di Bandung. Orang dari Stasiun Bandung harus ikut feeder ke Padalarang, memang feeder-nya hanya 15-18 menit.
"Tapi kan jadwal feeder tak setiap saat, antrean, prosesnya dan lain sebagainya."
"Jadi secara total hampir sama (waktunya perjalanan menggunakan Argo Parahyangan dan kereta cepat)."
"Bahkan Jakarta-Bandung menggunakan travel rata-rata 2 jam setengah, secara total dengan waktu kereta cepat hampir sama," ujarnya.
General Manager Corporate Secretary KCIC, Eva Chairunisa, mengatakan, ada sejumlah faktor yang memengaruhi penentuan dynamic pricing.
Selain jam sibuk (peak hour) atau bukan, tarif dinamis juga ditentukan momen liburan (high season atau low season).
Tarif juga dinamis tergantung kerja atau akhir pekan.
"Pada high season atau peak hour akan ditawarkan tarif yang lebih tinggi. Sebaliknya pada momen off peak, tarif akan lebih murah," kata Eva.
"Dengan penggunaan skema baru ini, tarif Whoosh kelas premium economy akan berkisar Rp 150 ribu, Rp 175 ribu, Rp 200 ribu, Rp 225 ribu, hingga Rp 250 ribu," ujarnya.
Tarif lainnya, seperti business class, tetap Rp 450 ribu dan untuk first class tetap Rp 600 ribu.
Menurutnya, penerapan dynamic pricing ini akan terus dipantau.
"Dievaluasi agar dapat terus sesuai dengan kebutuhan penumpang dan operasional Whoosh," ujarnya. (lutfi ahmad mauludin)
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Tarif Kereta Api Whoosh Rp 150 Ribu-Rp 250 Ribu, Pengamat: Angkutan Umum Jangan Saling Membunuh