TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kelompok Notaris Pendengar, Pembaca dan Pemikir (Kelompecapir) yang beranggotakan para notaris menyelenggarakan diskusi dengan tema “Pemanfaatan Tanah di IKN".
Diskusi tersebut menghadirkan pembicara, Dr Achmad Jaka Santos, Sekretaris Otorita IKN dan notaris Dr. I Made Pria Dharsana serta Dr Nuraningsih.
Diskusi yang dipandu oleh Dr Dewi Tenty Septi Artiany ini bertujuan untuk mensosialisasikan kebijakan pertanahan di IKN juga untuk mengurangi distorsi informasi tentang pemanfaatan tanah dan tata kelolanya di Ibu Kota Nusantara tersebut.
Dalam pengantar diskusinya, Dewi Tenty menyampaikan bahwa Perumusan UU-nya sempat menimbulkan perdebatan dan kontraversi terutama berkenaan dengan tanah adat dan pemberian hak atas tanah yang jangka waktunya melebihi ketentuan yang ditetapkan oleh UUPA.
Namun dengan visi “Menjadi bagian dari Indonesia emas 2045” Perumusan UU ini terus dilaksanakan hingga terbitnya Undang-Undang No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) telah ditetapkan pada tanggal 15 Februari 2022.
“Beleid teranyar tentang IKN itu dibuat antara lain memperluas kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) selain menjadi Ibu Kota Nusantara dan pelaksanaan pemerintahannya yang dilaksanakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara,” ujar Dewi Tenty dikutip Rabu (22/5/2024).
Baca juga: Menhub Budi Karya Bakal Pamer Konsep Transportasi IKN saat Gelaran Intelligent Transport System 2024
Lebih lanjut ia menjelaskan dalam Pasal 15A UU Nomor 3/2022 mengatur tanah di IKN terdiri dari Barang Milik Negara (BMN), barang milik OIKN, tanah milik masyarakat, dan tanah negara.
Tanah yang ditetapkan sebagai barang milik OIKN merupakan tanah yang tidak terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintah pusat dan diberikan hak pengelolaan kepada OIKN. Diatas tanah hak pengelolaan OIKN itu dapat diberikan hak atas tanah.
Selanjutnya Pasal 15A ayat (3) menyebutkan, “Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melepaskan hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)”.
Sedangkan ayat (9) menyebutkan, “Hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilepaskan dalam hal diberikan hak milik, dilepaskan untuk kepentingan umum, atau berdasarkan ketentuan yang diatur Peraturan Presiden”.
Sekretaris Otoritas IKN, Achmad Jaka Santos menyampaikan dengan luas IKN 322.429 Ha atau 4x luas Jakarta, 252.660 Ha terdiri dari daratan dan sisanya berupa perairan dan dari luas daratan, hanya 25 persen saja yang dapat dibangun.
Di awali dengan adanya moratorium (larangan pengalihan hak atas tanah) di IKN yang sempat mengejutkan baik masyarakat maupun PPAT.
“Maksud dari adanya larangan tersebut adalah sebagai upaya pencegahan penguasaan tanah oleh para spekulan yang biasa membeli tanah dari mayarakat dengan harga murah untuk kemudian dijual kembali kepada pengembang,” ujarnya.
Selain moratorium juga adanya ketentuan tentang pemanfaatan lahan yang diambil alih harus jelas peruntukannya hal ini mencegah penyalahgunaan sebagai akibat dari pengalihan atas tanah tersebut.