Diwartakan sebelumnya, Ditreskrimum Polda Jabar, Kombes Surawan mengoreksi jumlah DPO yang sebelumnya tiga menjadi hanya satu.
Ini berarti Pegi adalah satu-satunya buron, sekaligus tersangka terakhir yang ditangkap.
Sementara dua nama lainnya, Andi dan Dani yang sebelumnya buron adalah nama yang asal sebut saja.
Surawan menuturkan, dua nama tersebut tak pernah ada dalam kasus VIna Cirebon ini.
"DPO tidak ada (Andi dan Dani), itu asal sebut nama (dari terpidana). Sudah kami dalami, ternyata yang dua atas nama Dani dan Andi itu tidak ada. Jadi, yang benar DPO satu atas nama PS (Pegi Setiawan)," ujar Surawan di Mapolda Jabar.
Penyidik Diduga Tak Profesional
Sementara itu, Indonesia Police Watch (IPW) menduga tim penyidik awal kasus pembunuhan VIna Cirebon tak profesional.
Sugeng Teguh Santoso selaku Ketua IPW menuturkan, tim penyidik yang pertama tangani kasus Vina Cirebon ini harus diaudit.
"Ini problem kasus Vina ya, ini problem yang harus diaudit adalah tim penyidik di tahun 2016. Ini jadi problem karena diduga kerja tim penyidik 2016 itu tidak profesional, unprofessional conduct," kata Sugeng di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (27/5/2024).
Penetapan DPO Menurut Sugeng
Selain itu, Sugeng juga menyoroti soal penetapan DPO oleh kepolisian yang menurutnya pihak kepolisian memberikan informasi identitas terlalu minim.
Baca juga: Dicecar 30 Pertanyaan, Linda Ternyata Bukan Sahabat Dekat Vina Cirebon, Ini Faktanya
"Mengapa bisa dirilis tiga DPO dengan identitas yang sangat minim. Ini pertanyaan nih. Karena untuk menetapkan seorang menjadi DPO harus dipastikan bahwa subjek hukum itu ada, subjek hukumnya ada, identitasnya jelas setidak-tidaknya terkait dengan fisik," katanya.
Selain itu, langkah kepolisian yang meralat DPO dalam kasus ini juga harus diperhatikan.
"Nah sekarang dinyatakan bahwa hanya satu. Kalau benar satu, maka Polri wajib memeriksa tim penyidik pada 2016, siapa tim penyidiknya, siapa pimpinannya, ini harus diminta pertanggungjawaban ini," ujarnya.
Sugeng juga menekankan kepada Polda Jabar untuk melakukan penegakan hukum yang sesuai prosedur dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).
"Jadi gini, seorang tersangka yang diperiksa berhak untuk menyatakan hak bantah tolak tidak mengaku. Oleh karena itu saya selalu menyatakan Polda Jabar yang disupervisi oleh Bareskrim harus melakukan penegakan hukum yang akuntabel,” ucap Sugeng.