TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ramai-ramai pakar hukum nilai peradilan kasus Vina-Eky Cirebon tahun 2016 silam sesat.
Siapa saja mereka, dan bagaimana analisisnya hingga berani menyebut peradilan 2016 silam sesat?
Sosok pertama yang mengutarakan analisisnya ialah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Prof. Harkristuti Harkrisnowo.
Prof Tuti mengatakan bahwa keanehan dari penanganan kasus ini terlihat dari pengabaian proses pembuktian terutama di tingkat pengadilan.
"Saya bisa mengatakan cepat iya (Peradilan Sesat)."
"Saya dengar dari media adalah saksi-saksi itu tidak dihadirkan pada saat proses pengadilan, tapi yang dipakai cuma berita acara dan berita acara pemeriksaan itu tidak bisa otomatis menggantikan posisi saksi. Apalagi saksinya available, kecuali saksinya ada di mana," ujar Prof Tuti seperti dikutip dari acara Rosi di KompasTV yang tayang pada 1 Agustus 2024.
Saksi yang dimaksud oleh prof Tuti ialah Aep dan Dede.
Menurutnya, itu adalah kecerobohan yang dilakukan oleh pengadilan.
"Apalagi kasus ini (Vina dan Eky) pembunuhan, ada kematian dua orang. Harusnya mereka melakukan pemeriksaan secara lebih hati-hati lagi. Kan ini kita bicara nasib orang ya," katanya.
Sosok kedua yang mengungkapkan analisisnya terkait adanya peradilan sesat di Kasus Vina ialah Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel.
Menurutnya, peradilan Kasus Vina dinilai sesat karena tidak adanya alat bukti secara scientific yang meyakinkan bahwa telah terjadinya pembunuhan selain dari keterangan saksi.
"Kalau keterangan sudah menjadi senjata andalan yang tidak lagi dilengkapi dengan pembuktian-pembuktian scientific maka ini boleh jadi efeknya akan semena-mena," ujarnya seperti dikutip dari Youtube Fristian Griec Media yang tayang pada 7 Agustus 2024.
Terlebih jika Pihak Kejaksaan hingga Kehakiman tergiring dalam cara berpikir yang sama untuk memproses berkas perkara yang dilimpahkan dari Kepolisian.
"Maka kemungkinan ini akan menjadi peradilan sesat atau miscarriage of justice akan tinggi," katanya lagi.