TRIBUNNEWS.COM - Seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) bernama dr Aulia Risma Lestari ditemukan tewas di kamar kosnya.
Aulia juga jalani praktik di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi Semarang, Jawa Tengah.
Korban tewas bunuh diri diduga karena tak kuat menahan bullying yang diterimanya saat menjalani PPDS di Undip.
Pihak RSUP Dr Kariadi pun enggan menanggapi dugaan tersebut.
"Kami tidak paham, kasus ini juga ditelusuri polisi (soal perundungan). Terkait jam kerja (overtime) silakan konfirmasi ke program studinya (Undip)," beber ujar Aditya, Staf Humas Dr Kariadi Semarang
Selain itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun membekukan program Anestesi Undip.
Hal tersebut ternyata berdampak terhadap pelayanan di RSUP Kariadi.
Diketahui, Kemenkes membekukan program Anestesi di Undip mulai 14 Agustus 2024 lalu.
Meski ada gangguan di pelayanan, namun pihak rumah sakit enggan merinci bagian mana saja yang terganggu.
"Kami masih melakukan koordinasi kedepannya harus bagaimana karena kejadian ini pasti ada imbasnya (ke pelayanan)," ujar Adit, dikutip dari TribunJateng.com.
Pembekuan program Anestesi tersebut berlangsung hingga proses investigasi selesai.
Baca juga: Ada Intimidasi ke Junior PPDS soal Kasus Bullying Dokter Aulia, Menkes Bekukan Prodi Anestesi Undip
"Surat edaran dari Kemenkes berupa pembekuan sementara, belum paham pembekuan sementara atau periodik karena menunggu (hasil investigasi) Kemenkes dan Undip," ungkap Adit.
Sementara itu, pihak rumah sakit juga sudah memanggil sejumlah pihak terkait kasus yang terjadi.
"Dirjen Kemenkes sudah datang ke Kariadi, kami menunggu karena (kasus ini) dilimpahkan ke Kemenkes dan Undip," terangnya.
Polisi Masih Dalami Motif
Sementara itu, terkait motif kematian Aulia Risma Lestari masih didalami polisi.
Pihak kepolisian mengumpulkan keterangan sejumlah saksi dan mendalami bukti-bukti yang ada, seperti buku diari, obat-obatan, hingga rekaman CCTV.
Kompol Andika Dharma Sena selaku Kasatreskrim Polrestabes Semarang menuturkan, di kamar korban ditemukan sejumlah obat yang diduga disuntikkan ke tubuh korban.
"Tubuh korban tak ada tanda-tanda kekerasan hanya ada luka suntik. Di sampingnya, ditemukan satu ampul (botol obat) sudah habis dan satu ampul masih sisa," ujarnya kepada TribunJateng.com.
Ia menuturkan, obat tersebut sudah masuk ke tubuh korban diduga sebanyak 3 CC.
"Itu masih dugaan, nanti dokter forensik yang periksa secara persis total obat yang masuk ke tubuh korban. Diduga korban meninggal dunia karena obat itu," ungkapnya.
Andika juga menuturkan, pihaknya tengah mendalami isi buku diari korban yang didalamnya menarasikan beratnya korban menghadapi perkuliahan.
"Korban merupakan mahasiswa jalur beasiswa yang beberapa kali menyatakan ingin keluar dari program tersebut,"
"Namun, karena ada biaya-biaya yang harus dibayar maka tak jadi keluar," bebernya.
Ditanya soal adanya dugaan bullying, Andika masih belum berani berasumsi motif kematian korban karena perundungan.
Pihak kepolisian juga akan mengumpulkan keterangan dari teman-teman korban yang kerja di RSUP Kariadi.
"Undip juga sedang investigasi sembari kami melakukan penyidikan," tuturnya.
Baca juga: Polisi Selesai Olah TKP Kematian Dokter Aulia Mahasiswi PPDS dan Periksa Saksi, Begini Hasilnya
Disclaimer
Berita di atas tidak bertujuan menginspirasi siapa pun melakukan tindakan serupa.
Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu.
Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup.
Anda tidak sendiri, layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.
Berbagai saluran telah tersedia bagi pembaca untuk menghindari tindakan itu.
Pembaca bisa menghubungi Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes (021-500-454) atau LSM Jangan Bunuh Diri (021 9696 9293) atau melalui email janganbunuhdiri@yahoo.com.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul IDI Jateng Tak Berani Menjawab Soal Jam Kerja Dokter PPDS Undip yang Over
(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJateng.com, Rahdyan Trijoko Pamungkas/Iwan Arifianto)