News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jaksa Tuntut Tiga Terdakwa Kasus Alih Muat Batu Bara Satu Tahun Penjara

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Acos Abdul Qodir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan dan Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu menuntut terdakwa T, II dan HT dengan hukuman pidana satu tahun penjara dalam kasus alih muat batu bara.

Jaksa meyakini, ketiga terdakwa bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 404 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Ketiga terdakwa itu terdiri dari dua mantan direksi dan seorang mantan manajer PT IMC Pelita Logistik Tbk (IMC).

JPU juga menuntut agar kapal FC Ben Glory yang telah disita oleh pengadilan turut dirampas oleh negara dan diberikan sebagai ganti rugi kepada korbannya, PT Sentosa Laju Energy (SLE).

Aspidum Kejati Kalimantan Selatan, Ramdhanu Dwiyantoro, mengatakan jaksa telah menuntut ketiga tersangka bersalah dan merampas barang bukti untuk menutupi kerugian korban melalui pelelangan milik lembaga independen negara.

“Semua dinyatakan bersalah dan tentunya semua itu ada dasar hukumnya. Alasan menuntut bersalah dan hukuman tuntutan satu tahun itu semuanya sudah dibacakan dan banyak hal-hal yang sudah meringankan tuntutan itu,” ujar Ramdhanu Dwiyantoro dalam keterangannya, Selasa (10/9/2024).

Sementara, Sabri Noor Herman selaku pengacara dua terdakwa mantan direksi IMC menjelaskan, sejatinya dari fakta hukum dan fakta persidangan menegaskan tidak ada yang bisa membuktikan Pasal 404 ayat 1 KUHP Pidana.

“Kita tanya di persidangan ketika saksi pelapor Tan Paulin (Direktur SLE) dan adiknya Denny Irianto (Dirut SLE, red) menjadi saksi di persidangan, adakah perjanjian lain selain daripada perjanjian alih muat, keduanya menjawab tidak ada. Jadi sebenarnya tidak ada dasar menjadi surat dakwaan," kata Sabri.

Demikian juga ketika menanggapi aspek perampasan aset sitaan FC Ben Glory, Sabri pun menyatakan keberatan.

Oleh karena itu, barang sitaan milik PT IMC bukan milik terdakwa, dan bukan benda yang diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.

Serta juga bukan benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya dan bukan benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana serta bukan benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.

"FC Ben Glory hanya lah benda yang mempunyai hubungan tidak langsung dengan tuduhan tindak pidana yang dilakukan,” ujar Sabri.

Baca juga: BREAKING NEWS Penyidik KPK Geledah Rumah Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar, Uang Tunai Disita

Ia menekankan, sampai proses perkara ini di persidangan, FC Ben Glory masih berstatus disita oleh pengadilan.

Meski IMC telah mengajukan permohonan pinjam pakai barang bukti, karena barang bukti tersebut bukan milik terdakwa melainkan milik IMC yang digunakan untuk usaha.

Namun, permohonan pinjam pakai barang bukti tidak dipenuhi.

Berhubung barang bukti FC Ben Glory disita oleh Pengadilan, lanjut Sabri, maka pengadilan wajib menjaga dan mengawasi barang bukti secara benar menurut hukum.

“Sementara kami temukan di permohonan ganti rugi Tan Paulin sudah melampirkan penilaian atas aset sitaan itu oleh akuntan publik, itu siapa yang mengizinkan melakukan penilaian itu?” kata Sabri.

Merujuk pada Pasal 39 ayat (1), Pasal 44, Pasal 46 KUHAP yang menjelaskan, pengelolaan benda sitaan harus dilaksanakan secara transparan, dan akuntabel dengan tujuan untuk penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia.

Baca juga: PT Timah Kerap Libatkan TNI-Polri Untuk Tindak Tambang Ilegal, Tapi Informasinya Selalu Bocor

Sebagai informasi, kontrak bisnis alih muat batu bara antara PT IMC Pelita Logistik Tbk dengan PT Sentosa Laju Energy (SLE) berlangsung di Kalimantan Timur.

SLE di antaranya dinakhodai oleh Tan Paulin, sosok yang ditulis di media massa beberapa waktu lalu sebagai Ratu Batubara di Kalimantan Timur, dan pada Juli 2024 rumahnya di Surabaya digeledah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan gratifikasi dan TPPU mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

Namun, pelaksanaan kontrak bisnis tersebut malah menjadi dakwaan pidana yang menjerat dua mantan direksi dan juga seorang mantan manajer IMC dengan Pasal 404 ayat 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini