News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Calon Dokter Spesialis Meninggal

Cerita Ibunda Almarhum Aulia Risma, Nuzmatun: Kaprodi Sebut Jam Kerja Korban adalah Latihan Mental

Penulis: Muhammad Renald Shiftanto
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Nuzmatun Malinah (kerudung hijau) menceritakan perundungan dialami putrinya selama menjalani program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro.

TRIBUNNEWS.COM - Inilah kabar terbaru dari kasus kematian Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip).

Terbaru ini, ibu korban, Nuzmatun Malinah pun buka suara soal perundungan atau bullying yang menimpa putrinya tersebut.

Ia menceritakan, pada awal 2022 lalu, Aulia pertama kali mengeluhkan jam kerja yang sangat panjang.

Aulia saat itu menceritakan bahwa jam 03.00 dini hari harus sudah ada di ruangan dengan peralatan yang telah siap.

Lalu, Aulia pulang dari pendidikan terkadang pukul 01.00 atau 01.30 dini hari.

"Rutinitasnya seperti itu. Sampai akhirnya dia pulang dari rumah sakit itu jatuh. Itu di tanggal 25 Agustus 2022. Dia jatuh dari motor di selokan hingga sadar sendiri," ujarnya saat konferensi pers, Rabu (18/9/2024).

Mengutip TribunJateng.com, setelah terjatuh tersebut, Aulia mengeluhkan sakit di punggung dan kakinya.

Hingga akhirnya, Nuzmatun menghadap ke Kepala Program Studi (Kaprodi) dan meminta supaya putrinya diperlakukan dengan baik.

Namun, Kaprodi tersebut justru menyebut bahwa yang didapatkan oleh Aulia adalah latihan mental saat menghadapi pasien.

"Saya sampaikan apakah tidak ada cara lain? Beberapa kali saya menghadap Kaprodi saya sampaikan perlakuan-perlakuan terhadap anak saya tapi pada kenyataannya masih tetap seperti itu," tuturnya.

Nuzmatun menceritakan, anaknya dibentak-bentak saat mengikuti program PPDS.

Baca juga: PPATK Sudah Lapor Dugaan Pemerasan PPDS UNDIP Sejak Tahun 2022, Tapi Dicuekin KPK

Bahkan, Aulia dididik dengan kata-kata kasar dan nada tinggi hingga membuat korban ketakutan.

Selain itu, ia juga menceritakan pengeluaran uang selama anaknya menempuh PPDS.

"Kalau yang besar itu di semester 1 tapi di semester selanjutnya tetap ada," imbuhnya.

Aliran dana tersebut kini telah dilaporkan ke polisian dan ia juga mengaku mempunyai data kas angkatan.

Ketua Angkatan Diperiksa

Sebelumnya, pihak kepolisian sudah meminta keterangan dari 34 saksi.

Dari puluhan saksi tersebut, di antaranya ada para ketua angkatan serta bendahara dari PPDS Anestesi.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Artanto, mengatakan kehadiran ketua angkatan dan bendahara dinilai penting.

Sebab, mereka mengetahui banyak hal terkait alur keuangan dan dinamika internal angkatan PPDS.

"Saat ini 34 orang saksi sudah diambil keterangan," kata Artanto kepada Kompas.com, Selasa (17/9/2024).

Ia juga menuturkan, proses penyelidikan terbantu dengan adanya pernyataan dari pihak Undip dan RSUP Kariadi yang mengakui ada perundungan di PPDS.

"Betul, pernyataan tersebut akan memudahkan proses penyelidikan yang dilakukan Polri," ujar dia.

Sebelumnya, Direktur Layanan Operasional RSUP dr Kariadi, Mahabara Yang Putra atau kerap disapa Abba, mengatakan ada praktik perundungan atau bullying yang terjadi pada Aulia Risma.

"Jadi, memang kami dari rumah sakit mengakui ada bullying," ujarnya, Jumat (13/9/2024).

Pihaknya pun berjanji akan memberantas bullying hingga ke akar-akarnya.

Baca juga: Ketua Angkatan dan Bendahara PPDS Anestesi Undip Diperiksa, Total 34 Saksi Dimintai Keterangan

"Dan sudah saatnya harus diberantas sampai akarnya," lanjut Abba.

Abba juga menuturkan polisi saat ini tengah mencari pelaku perundungan.

Pelaku perundungan diduga beraksi dengan memanfaatkan posisinya.

"Oknum itu melakukan perundungan dengan memanfaatkan posisinya."

"Lalu melakukan kekerasan terhadap adik kelasnya," imbuh Abba.

Dalam kasus kematian Aulia Risma, juga beredar kabar adanya setoran uang oleh korban.

Pihak Undip juga mengakui adanya pungutan iuran yang dialami Aulia Risma.

Menurut Dekan FK Undip, Yan Wisnu Prajoko, pungutan tersebut senilai Rp20-40 juta per bulan yang dibayarkan setiap mahasiswa.

Di setiap angkatan PPDS Anestesi Undip, ada sebanyak 7-15 mahasiswa.

Dikutip dari TribunJateng.com, para mahasiswa tersebut dipungut uang puluhan juta pada semester pertama atau enam bulan pertama.

Yan mengklaim, setelah itu, tak ada lagi pungutan kepada mahasiswa.

Ia menuturkan, iuran tersebut dikumpulkan untuk kebutuhan operasional mahasiswa PPDS Anestesi.

Seperti untuk menyanyi, sepak bola, atau bulu tangkis.

"Uang digunakan untuk nyanyi, main sepak bola, bulu tangkis, sewa mobil, sewa kos dan makan."

Baca juga: Soal Pemalakan Rp 40 Juta di PPDS Anestesi Undip, DPR Desak Pihak yang Terlibat Disanksi Maksimal

"Kebutuhan paling besar untuk biaya makan sampai dua pertiganya," kata Yan dalam konferensi pers di Undip Semarang, Jumat.

Yan menuturkan, sudah mengeluarkan surat edaran untuk membatasi penarikan iuran dengan maksimal Rp300 ribu per bulan setiap mahasiswanya.

"Saya sudah berbicara dengan mereka (pelaku) yang meyakini secara rasional kenapa harus iuran."

"Namun, apapun alasan pembenaran mereka, publik akan menilai pungutan itu tidak tepat," ungkapnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Di Luar Nalar, Perundungan Dokter Aulia Malah Disebut Kaprodi PPDS Anestesi Undip Latihan Mental

(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJateng.com, Rahdyan Trijoko Pamungkas)Kompas.com, Titis Anis Fauziyah)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini