Secara geografis, Desa Uzozozo dikelilingi hutan, sungai besar yang kerap meluap saat musim hujan, serta kawasan perbukitan.
Tak ada jalan beraspal di desa yang terbentuk pada 2007 ini. Hanya ada jalan rabat beton yang dibangun warga untuk membuka ruang isolasi wilayah.
Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2020, Desa Uzozozo dihuni 366 orang yang mendiami 3 dusun dan 3 anak kampung.
Bidan Dini adalah bidan pertama sekaligus satu-satunya tenaga kesehatan yang bertugas di Uzuzozo.
Ia tak hanya bertanggungjawab pada kesehatan ibu-anak. Namun juga warga lanjut usia (lansia), remaja, hingga masalah jambanisasi pun diurusnya.
Dalam melakukan pelayanannya, Bidan Dini melakukan jemput bola dari rumah satu ke rumah lain setiap hari. Mengandalkan sepeda motor, ia berpindah lokasi dari Ndetukedho, Ndetuwaru, Gomo, Paureno, dan Kapeka.
Namun jika jalanan tak bisa dilalui karena banjir, pohon tumbang, atau jembatan rusak, ia harus berjalan kaki. Bidan Dini pun selalu siaga 24 jam.
Oleh karena itu, Dini selalu menjadi orang yang pertama kali dicari warga Desa Uzuzozo saat membutuhkan pertolongan kesehatan. Salah satunya oleh Opa Gabriel.
Masalah bak Fenomena Gunung Es
Jika ditarik ke belakang, Dini tak pernah bercita-cita sebagai bidan. Perempuan kelahiran 24 Maret 1996 itu tertarik menggeluti dunia pendidikan.
Meski di satu sisi, ia juga menggemari seni dan sempat ingin melanjutkan pendidikan di bidang tersebut.
Namun kedua orangtuanya, Herlina dan Kanisius meminta sulung dari empat bersaudara itu untuk melanjutkan kuliah di bidang kesehatan.
"Latar belakang orang tua saya petani. Ada harapan besar dari orangtua agar saya bisa lanjut kuliah di kesehatan," ujarnya kepada Tribunnews.com.
Pada 2013, Dini merantau ke Surabaya untuk kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Surabaya dan mengambil jurusan kebidanan.
Tiga tahun setelahnya, Dini berhasil menamatkan pendidikan. Meski mendapat tawaran untuk bekerja di Surabaya, Dini memilih kembali ke kampung halamannya di Desa Kekandere, Kecamatan Nangapanda.