TRIBUNNEWS.COM, KENDARI - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyayangkan keputusan Pemda Konawe Selatan yang memberikan somasi ke Supriyani.
Somasi tersebut diberikan karena Supriyani mencabut pernyataan damai dengan orangtua murid, keluarga Aipda WH.
Ketua PGRI Sultra, Abdul Halim Momo mengatakan, seharusnya surat somasi tidak perlu dilayangkan Pemda Konsel ke Supriyani.
Baca juga: Alasan 4 Jaksa Diperiksa Kejaksaan Tinggi Sultra, Penanganan Kasus Guru Supriyani Disorot
Apalagi kondisi Supriyani sebagai guru honorer yang sudah mengabdi selama 16 tahun mendidik siswa di Konawe Selatan seharusnya tidak layak disomasi pemda.
"Saya kira akan menjadi preseden buruk nantinya karena disitu atas nama pemerintah daerah bukan bupati, mensomasi seorang guru honorer yang sudah mengabdi 16 tahun dengan gaji Rp300 ribu," ungkapnya saat dikonfirmasi, Jumat (08/11/2024).
Menurut Halim, seharusnya Pemda mengambil langkah untuk memaafkan Supriyani ketimbang memberikan somasi.
Terlebih kondisi yang saat ini dihadapi Supriyani sedang memperjuangkan haknya di hadapan hukum.
Tentunya keputusan Supriyani mencabut surat damai didasari adanya pertimbangan.
Selain itu pemda juga harus memahami kondisi saat ini dialami Supriyani setelah kasusnya bergulir di persidangan.
"Kalau menurut secara logika tidak mungkin seorang guru honorer bisa mengecewakan pemda atau bupati. Sehingga harus dilihat juga alasannya," kata Halim.
"Sehingga menurut saya somasi itu akan jadi preseden buruk, saya kira kalau memaafkan rakyatnya akan lebih mulia," lanjutnya.
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Halu Oleo Kendari ini menyampaikan PGRI akan terus memperjuangkan Supriyani bisa bebas dari kasus tersebut.
Cabut Kesepakatan Damai
Diberitakan sebelumnya, guru Supriyani resmi mencabut kesepakatan damai bersama orang tua murid, pasangan Aipda WH, dan istri NF.
Surat perdamaian tersebut dibuat dalam pertemuan bersama Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga di Rumah Jabatan atau Rujab Bupati Konsel, Andoolo, Selasa (06/11/2024).
Guru Supriyani hadir dalam pertemuan tersebut bersama kuasa hukumnya, Sudirman, yang kini sudah diberhentikan oleh Andri sebagai Ketua LBH HAMI Konsel.
Pertemuan inipun dihadiri orang tua murid, Aipda WH, dan istri NF, Surunuddin Dangga, Kapolres Konawe Selatan AKBP Febry Syam.
Baca juga: Supriyani Mengabdi 16 Tahun dengan Gaji Rp300 Ribu, Disomasi Pemda: Memaafkan Rakyatnya Lebih Mulia
Kuasa hukum guru Supriyani, Andri Darmawan, membenarkan kliennya mencabut kesepakatan damai.
“Benar,” kata Andri saat dikonfirmasi TribunnewsSultra.com, pada Rabu (6/11/2024).
Ia menjelaskan alasan pencabutan kesepakatan damai karena guru Supriyani merasa tertekan dan terpaksa.
Saat menandatangani surat kesepakatan damai yang dilakukan di Rujab Bupati Konsel tersebut.
Sementara, guru Supriyani usai pemeriksaan di Propam Polda Sultra, Rabu (06/11/2024), mengaku tidak tahu akan diminta menandatangani surat damai.
Saat itu, dirinya hanya mengetahui dipanggil menemui Bupati Surunuddin di Eujab Bupati Konsel.
"Karena saya tidak paham dengan isi surat itu, diminta untuk damai saja," jelasnya.
Supriyani mengaku menghadiri pertemuan itu setelah mendapat informasi melalui pengacaranya Samsudin.
"Saya dikasih tahu sama pengacara dipanggil bupati di rujab, saya pikir pertemuan biasa," ujarnya.
Ia mengatakan saat pertemuan itu, ternyata ada orang tua murid yakni Aipda WH dan NF bersama Kapolres Konsel.
Di situ, dia diminta agar berdamai dengan orangtua korban serta tidak mengungkit masalah tersebut di pengadilan.
Surat yang ternyata berisi kesepakatan damai tersebut diketik oleh Samsuddin di rujab.
"Saya tidak dikasih tau soal isi surat itu, tidak baca juga karena masalah itu saya serahkan ke pengacara saya pak Samsuddin. Itu dibuat sama pengacara saja di tempat itu juga," kata guru Supriyani.
Ia mengaku sempat merasa takut karena diminta menandatangi surat tersebut oleh Kapolres Konsel AKBP Febry Syam.
"Disitu saya takut kalau mau didamaikan," jelasnya.
Supriyani mengungkapkan tanpa pertemuan dan surat pernyatan itu, dirinya sedari awal sudah memaafkan Aipda WH dan NF yang telah menuduhnya memukuli anak mereka.
Baca juga: Update Sidang Guru Supriyani: Ahli Forensik Ungkap Penyebab Luka, Aipda WH Tolak Permintaan Maaf
"Kalau memaafkan iya, tapi persidangan sudah berjalan dan tetap berlangsung," ujarnya.
Samsuddin yang sebelumnya dikonfirmasi TribunnewsSultra.com terkait pertemuan ‘damai’ tersebut mengatakan ‘perdamaian’ itu merupakan inisiatif Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga.
“Pertemuan tadi itu inisiatif Bupati Surunuddin untuk mencoba mendamaikan keduanya,” katanya, Selasa (05/11/2024).
Kata Samsuddin, upaya damai tersebut dilakukan supaya tidak ada riak-riak di Kecamatan Baito.
“Apalagi dua orang ini kan warga Desa Baito,” jelasnya.
Menurutnya, Bupati Surunuddin menitikberatkan kondisi keamanan di kecamatan tersebut.
Utamanya menjelang momen Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Konawe Selatan 2024.
“Intinya Pak Bupati menitikberatkan pada keamanan di Baito, apalagi ini menjelang Pilkada 2024,” ujarnya.
“Jangan sampai karena kejadian ini ada yang memanfaatkan untuk adu domba di sana itu yang dihindari,” lanjutnya.
Kendati demikian, Samsuddin memastikan proses hukum kasus ini tetap berjalan di Pengadilan Negeri Andoolo.
Meski Bupati Konsel dalam pertemuan tersebut berharap kasus guru Supriyani dihentikan.
“Proses hukum tetap berjalan. Tapi tadi Pak Bupati menyampaikan kepada kejari dan berharap kasus ini dihentikan,” kata Samsuddin.
Guru Supriyani disebutkan juga sudah memaafkan Aipda WH yang menuduhnya menganiaya anaknya tanpa tekanan.
“Tadi juga Supriyani sudah memaafkan Pak Bowo dan dalam pertemuan tadi Ibu Supri tidak sedang berada dalam tekanan,” jelasnya.(*)
Penulis: Laode Ari
Artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Tanggapan PGRI Sulawesi Tenggara Soal Pemda Konawe Selatan Somasi Supriyani Karena Cabut Surat Damai