News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kematian Vina Cirebon

Momen Wamen Otto Hasibuan Jenguk 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon, Pastikan Kondisinya Baik

Penulis: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TERPIDANA KASUS VINA - Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan melakukan kunjungan ke Lapas Kelas I Cirebon, Jumat (7/2/2025). Enam terpidana kasus Vina menjalani sidang perdana Peninjauan Kembali, Rabu (4/9/2024). Saat kunjungan ke Lapas Kelas I Cirebon, Otto sempat menemui para terpidana kasus vina.

TRIBUNNEWS.COM, CIREBON - Otto Hasibuan menjenguk tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon.

Tujuh terpidana tersebut adalah Rifaldy Aditya, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Eka Sandy, Jaya, Supriyanto dan Sudirman.

Momen ini terjadi disaat Otto Hasibuan melakukan kunjungan ke Lapas Kelas I Cirebon Jabar pada Jumat (7/2/2025).

Kini statusnya berbeda, Otto Hasibuan sebagai Wakil Menteri Koordinator (Wamenko) Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas).

Diketahui sebelum menjabat sebagai Wamenko Kumham Imipas, Otto Hasibuan yang juga Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) merupakan kuasa hukum mereka dalam upaya mencari keadilan.

Setelah bertemu para terpidana kasus Vina Cirebon, Otto memastikan kondisi mereka dalam keadaan baik.

“Hari ini kami datang secara khusus untuk bertemu tujuh terpidana kasus Vina. Mereka dalam keadaan baik,” ujar Otto Hasibuan kepada media, Jumat (7/2/2025).

 

Sudirman Ngadu ke Otto Hasibuan, Rasakan Nyeri di Punggung

Meski demikian, Otto mengungkapkan, bahwa satu terpidana, Sudirman, mengeluhkan nyeri di bagian punggung akibat luka lama yang dialaminya saat proses penangkapan.

“Sudirman mengatakan bahwa dia pernah terkena tembakan peluru karet, sehingga sekarang sering merasakan nyeri, terutama saat duduk,” ucapnya.

Terkait keluhan tersebut, Otto telah meminta pihak Lapas Cirebon untuk membawa Sudirman ke rumah sakit guna mendapatkan pemeriksaan medis lebih lanjut.

 

Pesan Terpidana Kasus Vina ke Otto Hasibuan

Dalam pertemuan itu, Otto juga menerima pesan dari para terpidana yang menitipkan harapan agar keadilan ditegakkan dalam kasus mereka.

Namun, Otto menegaskan bahwa sejak dirinya menjabat sebagai Wamenko Kumham Imipas, ia tidak lagi dapat menangani perkara ini secara langsung sebagai pengacara.

“Sekarang saya sudah menjadi pejabat negara dan tidak bisa lagi berpraktik sebagai pengacara. Silakan para kuasa hukum mereka yang melanjutkan perjuangan hukum yang ada,” jelas dia.

Baca juga: Jeritan Hati Keluarga Terpidana Kasus Vina Cirebon: Minta Keadilan ke Kapolri dan Presiden Prabowo

Diketahui, ketujuh terpidana kasus Vina Cirebon sempat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis mereka. 

Namun, pada 16 Desember 2024, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan tersebut dengan alasan tidak adanya kekhilafan hakim dalam memeriksa fakta dan hukum dalam perkara ini.

 

Kunjungi Lapas Cirebon, Wamenkumham Otto Hasibuan Soroti Kapasitas Lapas & Narapidana Kasus Narkoba

Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan, melakukan kunjungan ke Lapas Kelas I Cirebon, Jumat (7/2/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Otto Hasibuan menyoroti masalah over kapasitas lapas serta perlunya pendekatan baru dalam penegakan hukum, terutama terkait kasus narkoba.

"Kami datang ke sini untuk kunjungan sekaligus memberikan evaluasi mengenai beberapa hal terkait ketentuan hukum, termasuk rencana amnesti dan kondisi Lapas," ujar Otto Hasibuan saat memberikan keterangan resminya ke media, Jumat (7/2/2025).

Otto mengungkapkan bahwa permasalahan kelebihan kapasitas lapas sudah menjadi isu lama.

Menurutnya, sekitar 55 persen penghuni lapas saat ini merupakan narapidana kasus narkoba.

Oleh karena itu, pemerintah sedang mempertimbangkan solusi agar jumlah penghuni lapas tidak terus meningkat.

"Kalau ini dibiarkan terus, ini kan masalah. Paradigma kita bukan ingin menambah lapas, sebab kalau berpikir menambah lapas, berarti kita membiarkan kejahatan terus terjadi," ucapnya.

Otto menegaskan, langkah yang perlu diambil adalah menekan angka kejahatan, bukan sekadar menampung lebih banyak narapidana di lapas.

Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah rehabilitasi bagi pengguna narkoba, terutama mereka yang baru pertama kali terjerat kasus.

"Banyak orang yang coba-coba mengisap ganja, lalu langsung masuk penjara dan dihukum. Lama-lama keluar malah jadi bandar," jelas dia.

Ia juga menyoroti bahwa kebijakan rehabilitasi perlu dikaji lebih lanjut dengan mempertimbangkan aspek hukum serta ketersediaan anggaran negara.

"Kita hitung-hitung, kalau mereka dipenjara, negara harus menanggung makan dan minum mereka. Bisa jadi kalau dialokasikan untuk rehabilitasi, biayanya malah lebih efisien," kata Ketua Umum Peradi itu, meski saat ini cuti karena masuk ke dalam pemerintahan.

Baca juga: Sidang Razman vs Hotman Paris Ricuh, Peradi dan Otto Hasibuan Soroti Citra Profesi Advokat

Dalam kunjungannya, Otto menemukan adanya narapidana yang sudah berusia 95 tahun.

Menurutnya, hal ini perlu menjadi perhatian khusus, terutama jika napi tersebut sudah tidak mampu secara fisik untuk menjalani hukuman.

"Tadi kita melihat ada napi yang sudah berumur 95 tahun. Secara fisik tidak bisa apa-apa, ini bagaimana? Kita coba daftarkan dalam program amnesti, masuk dalam kategori usia," ujarnya.

Namun, Otto juga menekankan bahwa kasus yang melibatkan napi tersebut cukup sensitif karena berkaitan dengan perlindungan anak.

Selain itu, ia menemukan adanya narapidana yang mengalami gangguan kejiwaan atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Menurutnya, hal ini juga menjadi persoalan yang perlu dicari solusinya.

"Kita mau cek lagi, apakah dia sudah mengalami gangguan jiwa sebelum dihukum atau justru setelah masuk penjara. Kalau dicampur dengan napi lain kan repot. Harusnya mereka ditahan di tempat lain, seperti rumah sakit jiwa," ucap Otto.

Otto menegaskan bahwa pemerintah harus mengambil kebijakan yang lebih baik dalam sistem pemasyarakatan.

"Kita tidak lagi berpikir soal balas dendam terhadap orang. Makanya sekarang disebut lembaga pemasyarakatan, bukan lagi penjara," jelas dia. (tribun network/thf/TribunCirebon.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini