TRIBUNNEWS.COM - Ungkapan "dunia tidak selebar daun kelor" sudah kerap kita dengar.
Namun, seperti apa sosok tanaman kelor, barangkali tidak sedikit di antara kita yang belum pernah mengenalnya.
Apalagi menyinggung manfaat dan khasiat yang tersembunyi di balik daun kelor itu.
Di mata kita, kelor atau kilor memang belum dimasukkan dalam deretan tanaman bernilai ekonomi tinggi yang dibudidayakan secara masal.
Walau kabarnya, ada pengusaha Jepang berencana mengebunkan kelor di lahan seluas puluhan hektar di Sumatra Selatan.
Kalau benar, kelor bakal naik derajat dan makin bernilai ekonomi.
Daun dan bijinya dibutuhkan untuk bahan baku kosmetik, obat-obatan, sampai minyak pelumas.
Sesungguhnya tanaman bernama latin Moringa oleifera ini tergolong tanaman tahunan yang biasanya tumbuh liar.
Tumbuhan ini diduga asli dari kawasan barat pegunungan Himalaya dan India, kemudian menyebar hingga ke Benua Afrika dan Asia-Barat.
Di Jawa, kelor biasa dijumpai tumbuh sampai pada ketinggian 300 m di atas permukaan laut.
la sanggup tumbuh dengan baik di kawasan tropik yang lembap juga di daerah panas.
Bahkan, tanah kering-kerontang sekalipun tak ditampiknya.
Karena tidak rakus "makan" pupuk (unsur hara), kelor cocok sebagai tanaman "pioner" untuk penghijauan dan pemulihan tanah gersang.
Di lahan kebun, tanaman kelor biasa digunakan sebagai pagar hidup.
Sosok batang pokoknya tidak lurus betul, melainkan sedikit membengkok dan bercabang-cabang justru bermanfaat sebagai pohon pendukung untuk tanaman merambat, seperti sirih atau lada.
Acap kali juga sebagai rambatan tanaman gadung, uwi, atau brotowali.
Baca: Paniknya Marissa Nasution Saat Gempa, Mengira Ada Bom Bergegas Turun Tangga Dari ApartemenLantai 20
Bongsor tapi getas
Hanya dengan menancapkan setekan batang atau menyemai bijinya yang sudah tua, akan tumbuh tanaman baru. Kelor tergolong cepat besar alias bongsor.
Dalam tempo sepuluh bulan, biji yang disemai bisa berkembang menjadi pohon kelor setinggi 3 m. Kalau ia dibiarkan bisa mencapai 8 - 12 m.
Sayangnya tanaman ini berbatang lunak dan getas.
Sering pula dijumpai batang pohon kelor keropos karena digerogoti larva serangga yang bersarang di dalamnya.
Getah yang keluar dari batang pohon yang digerogoti serangga mula-mula berwarna putih, lalu berubah kecokelatan setelah terkena udara.
Umurenam bulan, tanaman kelor sudah mulai belajar berbunga, sebelum berlanjut menjadi buah.
Malai bunganya sepanjang 10- 30 cm, berwarna putih kekuningan.
Tidak seperti tanaman lain, bunga kelor bisa muncul sepanjang tahun, nyaris tidak mengenal musim.
Bunga yang tidak telanjur rontok oleh angin atau hujan akan terus berkembang menjadi buah.
Buahnya yang mirip kacang polong, oleh sebagian masyarakat Jawa disebut klenthang, memiliki panjang 20 – 45 cm.
Di balik kulit buah yang keras, setiap polong buah kelor menyimpan 10-15 butir biji kelor. Berat setiap biji tanpa kulit ari rata-rata 2,5 g.
Daunnya berupa daun majemuk. Setiap tangkai daun sepanjang antara 20 - 60 cm terdapat sirip-sirip daun yang terdiri atas 8-10 pasang anak daun.
Anehnya masing-masing anak daun juga punya tangkai. Setiap lembar daun kelor berukuran kecil, panjang 1 - 3 cm.
Maka, tepat kalau ada pepatah berbunyi “dunia tak seluas daun kelor" karena daun kelor memang amat sangat sempit!
Daun berbentuk bulat telur kecil itu akan semakin kecil dan tipis saat tiba musim kering.
Yang menjadi ciri khasnya, bila daun itu diremas-remas segera menimbulkan bau langu.
Tanaman multiguna
Meskipun tidak terkenal, tanaman kelor masih menyimpan pamor di kalangan tertentu.
Hampir setiap bagian dari tanaman itu dapat dimanfaatkan, termasuk akarnya.
Antara lain, bisa sebagai bahan kertas, bahan kosmetik, bahan minyak pelumas, obat tradisional, dan sebagai sumber pangan.
Bunga kelor pun dapat dimasak, selain menyediakan nektar bagi lebah madu. Oleh sebagian masyarakat kita, daun, bunga, dan buah kelor muda biasa disayur bobor.
Meski kurang populer, menurut yang pernah mencicipi, rasanya sedap seperti asparagus. Namun, ada sedikit rasa pahitnya.
Bahkan, di India, buah kelor dimasak kari dan diawetkan dalam kaleng untuk dijual di supermarket.
Apalagi kalau menilik nilai gizinya, tanaman kelor tidak bisa dipandang sebelah mata. Soalnya, daun kelor memiliki kadar vitamin A dan C cukup tinggi.
Demikian yang pernah dilaporkan Michael D. Benge, dari Badan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi AS, di Washington DC, pada tahun 1987.
Selain itu, daun kelor juga dikenal kaya kalsium (Ca) dan zat besi (Fe). Juga sebagai sumber fosfor yang baik.
Begitu pula buah mudanya bersifat sukulen (berkadar air tinggi) dan tinggi kandungan proteinnya.
Sementara, biji buahnya yang tua dan kering menyimpan kadar minyak (lemak) nabati 35 - 40%.
Komposisi asam lemaknya meliputi, asam oleat, asam linoleat, asam eikosanoat, asam palmitat, asam stearat, asam arakhidat, dan lainnya.
Kalau daun dan buah mudanya dapat langsung disayur, biji kelor tua bisa untuk bahan baku pembuatan obat dan kosmetika.
Begitu pun minyak pelumas yang biasa digunakan oleh tukang arloji, juga bisa diproduksi dari biji kelor.
Pemanfaatannya sebagai tanaman obat pun bukan hal baru. Daun kelor ditumbuk halus bisa ditorehkan pada luka untuk mempercepat penyembuhan.
Hal ini masuk akal karena kelor mengandung semacam zat antibiotik yang dikenal sebagai zat pencegah infeksi.
Demikian juga ketika digunakan sebagai obat kompres dapat menurunkan panas badan akibat demam.
Sebagai tanaman berkhasiat obat, bila dicampur bersama kulit akar pepaya dan kemudian dihaluskan, bisa untuk obat luar (bobok) penyakit beri-beri dan pembengkakan.
Daunnya ditambah kapur sirih, bisa untuk obat kulit, seperti kurap dan sejenisnya.
Sedangkan sebagai obat dalam, air rebusan akarnya konon ampuh untuk obat rematik, epilepsi, antiskorbut, diuretikum, hingga obat kencing nanah.
Masih kabarnya juga, akarnya bagus untuk pengobatan malaria, mengurangi rasa sakit, dan juga menurunkan tekanan darah tinggi.
Demikian pula daunnya untuk penurun tekanan darah tinggi, diare, kencing manis, dan penyakit jantung.
Malahan ada kalangan masyarakat yang memanfaatkan daun kelor untuk mengobati mata ayam yang terluka sehabis bertarung.
Satu-dua tetes getah kelor akan mempercepat penyembuhan luka itu. Bahkan, mata kambing yang belekan dan rabun bisa normal setelah ditetesi getah kelor yang berwarna kuning itu.
Menangkal guna-guna
Di sebagian kalangan masyarakat di Jawa, tanaman kelor juga sering digunakan sebagai campuran air untuk memandikan jenazah.
Menurut kepercayaan, campuran tersebut dimaksudkan untuk membuang ajimat yang masih melekat pada jasadnya.
Manfaat lain dari tanaman kelor, masih menurut kepercayaan tertentu, bisa sebagai penangkal kekuatan magis, ilmu hitam atau guna-guna, serta ajimat kesaktian.
Caranya, cukup dengan mengibas-ibaskan setangkai daun kelor ke bagian muka korban. Bisa juga air rendaman tanaman kelor disiramkan ke sekujur tubuhnya.
Kelor terkadang juga dijuluki "si kayu gaib", terutama galihnya (inti kayu kelor yang keras, coklat tua hingga hitam).
Adakalanya kayu galih kelor yang biasanya langka itu "dipuja-puja" oleh kalangan dukun di Jawa.
Konon, kekuatan magis yang tersimpan di dalamnya mampu menangkis energi (kekuatan) negatif dari ilmu hitam maupun serangan fisik.
Namun ada juga yang justru memanfaatkan galih kelor sebagai bahan suvenir yang laku diperdagangkan. Semisal dibuat kerajinan anting-anting dengan bentuk dan ukuran bervariasi.
Konon, bersama bahan-bahan lain, seperti pala, bawang merah, bawang putih, dan lainnya, kelor bisa dibuat bedak pupur untuk sarana mengobati orang kurang waras.
Mereka yang suka ngomong sendiri, ngomel-ngomel sendiri, melucu sendiri, dan tertawa sendiri. Begitu pun orang yang kesurupan akan kembali "waras".
Menjernihkan air
Yang sempat diuji adalah manfaat biji kelor sebagai penjemih air. Seperti pernah dipublikasikan New Scientist (Desember 1983), biji kelor digunakan untuk menjernihkan air sungai keruh berlumpur di Sudan dan Peru. Juga dilaporkan, biji kelor memiliki kemampuan antibakteri.
Pemanfaatan biji kelor juga tidak asing bagi Jurusan Teknik Lingkungan ITB, dan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, di Samarinda, yakni untuk menjernihkan air permukaan (sungai, danau, kolam).
Bahkan biji kelor, dimanfaatkan sebagai bahan koagulan (bioflokulan) dalam proses pengolahan limbah cair pabrik tekstil.
Sebagai bahan koagulan yang efektif, biji kelor menggndung zat aktif rhamnosyloxy-benzilisothiocyanate, yang mampu mengabsorbsi dan menetralisir partikel-partikel lumpur serta logam dalam air limbah atau air keruh.
Sekalipun air keruh kecokelatan penuh partikel lumpur bisa menjadi jernih dan layak dikonsumsi berkat biji kelor.
Adakalanya, aroma khas kelor masih terasa. Namun, dengan menambahkan butiran arang (sebaiknya dibungkus kain supaya tidak bertebaran) ke dalam bak penampungan air akan menyerap aroma langu kelor.
Pengolahan air dengan biji kelor ini agaknya cocok untuk program pengadaan air bersih di kawasan pesisir.
Bahkan, telah pula diterapkan di beberapa desa di DI Yogyakarta.
Meski saat ini dicuekin, cepat atau lambat kelor bakal naik daun. Setidaknya memiliki peluang menjadi tanaman industri yang kelak dicari-cari. (A. Hery Suyono)
(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 2003)