Aneh. Bulan sabit kala purnama. Saya bersyukur bisa menyaksikan GBS lebih lama walaupun kerap kali diganggu awan yang lalu-lalang di depan Bulan.
Bulan yang berwarna gelap semakin mengecil. Bulan purnama sudah menunjukkan wajah aslinya. Sekitar pukul 22.54 Bulan pun akhirnya lepas dari cengkeraman umbra dan jatuh ke dalam pelukan penumbra.
Selamat datang kembali Bulan purnama. Kali ini kami hanya bisa menyaksikan gerhana Bulan penumbra. Berbeda dengan GBT atau GBS, GBP tidak begitu istimewa karena tidak terjadi perubahan yang jelas.
Namun, kalau diperhatikan secara saksama, warna Bulan tidak seterang ketika tidak terjadi gerhana. Warnanya agak kecoklatan.
Sambil menunggu keseluruhan fase gerhana Bulan berakhir, saya mencoba mengamati wajah sang Dewi Malam dengan keker. Tampak jelas dua buah kawah raksasa, yaitu Copernicus dan Kepler yang berdiameter 91 km dan 32 km.
Kedua kawah ini bisa juga dilihat dengan mata telanjang. Selain itu saya juga mengamati daerah yang dulunya disangka lautan yang disebut maria atau mare.
Daerah ini sebenarnya daerah yang tidak terlalu banyak terkena meteorit. Mare juga tempat pendaratan Apollo, seperti Mare Tranquallitatis tempat pendaratan Apollo 11. Dengan teleskop wajah Bulan yang bopeng-bopeng terlihat amat jelas.
Kami menghentikan pengamatan sekitar pukul 24.30. Beberapa teman saya tidak kuasa menahan hukum alam. Langsung tertidur. Saya dan beberapa teman yang lain sempat ngobrol panjang lebar tentang astronomi dengan salah satu staf Planetarium Jakarta.
Sayup-sayup azan terdengar. Setelah salat subuh, kami meninggalkan Planetarium. Kendati ada sedikit rasa kecewa, saya bersyukur masih bisa menyaksikan fenomena GBT walaupun hanya sekejap.