Helen menyebutkan, cinta muncul apabila segala hal tentang orang tersebut menjadi spesial di mata kita. “Cara dia berpakaian, cara dia berekspresi, buku yang dia sukai, semua hal tentang orang ini menjadi spesial,” tuturnya.
Anda sebenarnya punya daftar panjang tentang hal-hal apa saja yang tidak disukai mengenai orang tersebut.
Namun, Anda lebih memilih untuk menyimpannya saja dan fokus terhadap hal-hal positif di depan mata.
“Kemudian muncul energi yang sangat intens dan mood swings yang diakibatkan oleh cinta. Rasa senang ketika semua hal berjalan dengan lancer, sampai kekecewaan mendalam ketika pesan singkat tidak dibalas,” tambah dia.
Secara biologis, jatuh cinta membuat mulut menjadi lebih kering. Ada perasaan butterfly in my stomach, lutut yang lemas, ketakutan akan berpisah, dan keinginan untuk melakukan aktivitas seksual.
“Anda ingin orang tersebut untuk menelfon dan menulis pesan. Ada motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan orang ini. Seringkali dengan cara-cara yang luar biasa dan di luar akal sehat,” tutur Helen.
Lalu bagaimana cara kita mengetahui apakah sebuah cinta sejati atau tidak?
Gabija menuturkan bahwa sejati atau tidaknya cinta tergantung persepsi masing-masing orang.
Hal yang mendasarinya adalah koneksi mendalam antara dua orang, yang merujuk pada komitmen dan kebiasaan-kebiasaan tertentu.
“Cinta yang memiliki keseimbangan besar yang bisa bertahan,” tuturnya.
Namun Gabija menuturkan, pada level emosional tertentu, cinta tetaplah merupakan sebuah brain chemistry yang berganti setiap waktu.
“Terkadang kita tidak merasakan emosi seperti cinta. Terkadang kita merasakan flat moments, yaitu di saat kita tidak merasakan apa-apa,” tuturnya.
(Sri Anindiati Nursastri)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kata Sains tentang Cinta Sejati seperti Habibie dan Ainun",