Untuk mengatasi kebakaran hutan, pemerintah akan membuat hujan buatan. Inilah proses terjadinya.
TRIBUNNEWS.COM - Kebakaran hutan dan lahan terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.
Hingga Senin (16/9/2019), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menemukan, ada 2.862 titik api di seluruh Indonesia.
Dikutip dari Kompas.com, berdasarkan data terakhir dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), terdeteksi asap di wilayah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat.
Kemudian, di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Semenanjung Malaysia, Serawak Malaysia, dan Singapura.
Baca: Polri Tegaskan Kebakaran Hutan dan Lahan Paling Banyak Disebabkan Faktor Manusia
Baca: Ini yang Terjadi Pada Tubuh Saat Menghirup Asap Kebakaran Hutan
Dampak kebakaran hutan dan lahan pun semakin meluas sebab masih banyak titik api yang belum berhasil dipadamkan.
Hal ini membuat pemerintah terutama lembaga terkait untuk membuat hujan buatan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan.
Di antaranya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Lewat akun Twitter resminya, BPPT mengatakan, sedang melakukan penyemaian awan setiap hari di Riau dan Sumatera Selatan untuk mengatasi hutan dan lahan.
Sementara itu, BPPT juga akan memulai membuat hujan buatan untuk wilayah Kalimantan.
Lantas, bagaimana proses pembuatan hujan buatan?
Mengutip dari situs resmi BPPT, hujan buatan sebenarnya hanya untuk memberikan rangsangan ke dalam awan.
Untuk memberikan rangsangan tersebut, sejumlah bahan untuk membuat hujan buatan akan diantarkan ke awan menggunakan pesawat terbang.
Bahan atau zat kimia yang biasanya dipakai membuat hujan buatan adalah garam dapur (NaCl).
Rangsangan itu diberikan agar proses yang terjadi di awan lebih cepat bila dibandingkan dengan proses alami.
Teknologi hujan buatan tersebut merupakan hasil campur tangan alias intervensi manusia terhadap proses cuaca yang terjadi di atmosfer.
Dengan demikian, terjadilah penumpukan penggabungan butir-butir air di dalam awan, lantas turun menjadi hujan.
Sebelum dilakukan proses hujan buatan, ada beberapa hal yang dipersiapkan, yaitu persiapan koordinasi dan teknis.
Persiapan teknis terdiri dari memodifikasi pesawat yang akan digunakan untuk membuat hujan, mendatangkan pesawat ke lokasi, menyiapkan SDM, dan menyiapkan bahan untuk merangsang awan.
Soal bahan, lanjut situs BPPT, ukurannya harus sehalus 30 micron.
Bahan tersebut nantinya berguna sebagai pengumpul uap air yang ada di awan.
Setelah terkumpul dan membesar akan terjadi pergolakan mencapai ukuran 1 mili kemudian akan jatuh menjadi hujan.
Namun, proses terjadinya hujan buatan ini tidak lepas dari ketersediaan yang diberikan alam.
Jika awannya banyak, maka rangsangan yang diberikan pun lebih banyak sehingga akan hujan yang lebih banyak dan deras.
Begitu juga sebaliknya.
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, pemerintah menyiagakan tiga pesawat untuk membuat hujan buatan untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Riau, Sumatera.
Demikian dikatakan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Agus Wibowo melalui keterangan tertulis, Minggu (15/9/2019).
Persawat pertama, Cassa 212-200 dengan kapasitas 1 ton telah dioperasikan di Riau sejak Februari 2019.
Kemudian, pemerintah mendatangkan pesawat CN 295 berkapasitas 2,4 ton yang sudah berada di Pekanbaru.
Pemerintah juga mendatangkan satu unit pesawat Hercules dengan kapasitas 5 ton yang rencananya sampai di Pekanbaru, Senin (16/9/2019).
Agus menyampaikan, operasi tersebut sangat tergantung keberadaan awan yang berpotensial hujan.
Jika awan tersebut terdeteksi, pesawat akan diterbangkan dan mengeluarkan bahan semai di atas awan untuk menciptakan hujan buatan.
"Saat pesawat terbang sampai di awan yang potensial hujan maka petugas membuka keran dan garam akan keluar melalui pipa untuk menaburi awan dengan garam."
"Bahan semai garam NaCl akan mengikat butiran-butiran air dalam awan, kemudian menggumpal menjadi berat dan akhirnya jatuh menjadi hujan," tutur dia.
Untuk saat ini, tim di lapangan masih menunggu keberadaan awan potensial dalam jumlah cukup banyak.
"Tim masih menunggu sampai pertumbuhan awan potensial cukup banyak dan kemudian dilakukan operasi TMC," kata Agus.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Atasi Karhutla di Riau, Pemerintah Siagakan 3 Pesawat untuk Hujan Buatan"
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Devina Halim/Ambaranie Nadia Kemala Movanita)