Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla) diharapkan memanfaatkan inovasi terbaru, agar penanggulangan bencana bisa dilakukan secara lebih optimal.
Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan upgrade pada inovasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau Weather Modification Technology yang selama ini dikembangkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
BPPT memang berencana untuk mengembangkan teknologi satu ini melalui penambahan Artificial Intelligence (AI).
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala BPPT Hammam Riza kepada Tribunnews melalui pesan singkat, Jumat (27/9/2019).
Baca: Ubedillah: Aksi Mahasiswa Dipicu Kekesalan atas Buruknya Kerja Elite Politik
Baca: Banjir Permintaan, RedDoorz Bidik Pertumbuhan Kamar Hingga 600 Persen
Baca: El Rumi Ungkap Kondisi Studio Rekaman Usai RCM Dikabarkan Bangkrut Saat Ahmad Dhani Dipenjara
"AI + TMC ini untuk ke depan, BPPT akan kembangkan untuk Weather Modification Technology. Ini untuk mengatasi karhutla," ujar Hammam.
Saat ini Hammam memang berada di Tiongkok untuk melakukan sejumlah kerja sama pada bidang riset dan transfer teknologi, antara BPPT dengan universitas teknologi dan perusahaan bioteknologi yang ada di negeri tirai bambu itu.
Untuk pengembangan TMC menggunakan AI ini, kata dia, nantinya akan menunjukkan data titik api (hotspot) yang muncul dalam kurun waktu satu dekade ini.
"Yang akan berisi deep learning terhadap data hotspot yang terjadi pada 10 tahun terakhir," jelas Hammam.
Deep learning yang berisi data rinci itu pun akan disinkronisasi dengan big data cuaca yang biasanya digunakan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk pelayanan mengenai info cuaca.
Big data cuaca itu akan memuat data lengkap terkait prediksi kapan, di mana, dan seperti apa intensitas hotspot tersebut.
"Dan diproses bersama dengan big data cuaca yang akan memberikan prediksi dan permodelan hotspot itu terjadi kapan dan di mana serta intensitasnya seperti apa," kata Hammam.
Melalui data yang diberikan itu, nantinya mesin bisa mempelajari dan menunjukkan seberapa besar produksi karhutla di sebuah daerah.
Selanjutnya, upaya mitigasi pun bisa diperkuat melalui prediksi tersebut yakni dengan melakukan operasi TMC di wilayah yang menjadi titik karhutla.
"Maka dengan prediksi tersebut, mitigasi dapat diperkuat misal dengan melakukan operasi TMC di daerah yang diprediksi akan terjadi hal tersebut, berdasar El Nino dan lain-lain," tegas Hammam.
Mantan Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT itu pun menjelaskan bahwa dalam melakukan upgrade teknologi itu, BMKG juga akan ikut berperan dalam memasok data time series.
"Namanya smart system untuk impact based forecasting. Yang dipasang adalah AI engine serta cloud server dan dipasok data time series dari BMKG," pungkas Hammam.
Sebelumnya, operasi TMC atau hujan buatan dilakukan secara optimal pada beberapa daerah yang mengalami kekeringan dan karhutla.
Mulai dari Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, hingga ke Jambi.
Operasi ini pun telah berhasil menurunkan hujan dan mengurangi kepekatan kabut asap yang sempat melanda sejumlah provinsi di pulau Sumatra dan Kalimantan.
BPPT melalui Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) telah melakukan TMC melalui penyemaian garam atau Natrium Klorida (NaCl) pada potensi awan hujan.
Bahkan jika potensi awan hujan itu tidak muncul karena tertutup kabut asap, BBTMC BPPT terlebih dahulu akan melakukan penyemaian kapur tohor aktif atau Kalsium Oksida (CaO) untuk mengurai partikel dan gas yang ada pada kabut asap.
Upaya ini dinilai berhasil untuk mengurangi hotspot dan perlahan memperbaiki kualitas udara pada daerah yang dilanda karhutla lantaran hujan mulai turun di wilayah tersebut.
Dalam pengoperasian TMC, BBTMC BPPT bersinergi dengan BMKG dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta didukung TNI Angkatan Udara (AU).