Menurut Amin, Indonesia merekomendasikan penguatan pengawasan dan kapasitas pengendalian wabah dengan cepat di lokasi-lokasi yang ada di bawah 95 persen prediksi internal ini untuk menghindari transmisi domestik.
Secara saintifik, menurut Amin, tidak adanya kasus positif korona di Indoensia susah dijelaskan, karena tingginya lalu lintas orang dari Wuhan dan kota-kota lain di China, sebelum akhirnya ada penutupan jalur penerbangan. “Sekalipun kita berharap virus ini tidak masuk ke Indonesia, tetap harus meningkatkan kesiapsiagaan, terutama memperkuat deteksi dan pemeriksaan,” katanya.
Keterlambatan dalam deteksi, menurut Amin, akan membuat upaya mengontrol wabah menjadi sulit. Apalagi, sejumlah kasus di luar negeri telah menunjukkan virus telah menular secara domestik dan penularan bisa tanpa gejala sakit.
“Sejumlah laboratorium di Indonesia memiliki peralatan dan kapasitas untuk membantu pemeriksaan. Selain Eijkman, ada Universitas Indonesia dan Universitas Airlangga. Hanya saja Kebijakan Kementerian Kesehatan, seluruh pemeriksaan oleh Litbangkes,” ujarnya.
Amin menambahkan, untuk membangun kepercayaan publik di Indonesia maupun di luar negeri, pemeriksaan yang telah dilakukan Litbangkes bisa dikonfirmasi di laboratorium lain yang independen.
“Minimal ada dua laboratorium untuk salin mengonfirmasi. Saya sudah menulis surat ke Menristek untuk menyampaikan ke Menkes, kami siap menjadi laboratorium pembanding, seperti dalam kasus flu burung dulu,” kata dia.
Data resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Komisi Kesehatan Nasional China (NHC), dan sejumlah lembaga kesehatan lain yang dikompilasi Johns Hopkins University, jumlah kasus infeksi virus korona hingga Jumat mencapai 31.522 di 28 negara dengan korban meninggal dunia 638 orang. Jumlah kasus di China daratan sebanyak 31.209 orang, dan 22.112 kasus terdapat di Provinsi Hubei, yang meliputi Kota Wuhan.
Berita telah dipublikasikan kompas.id dengan judul Virus Korona Dikhawatirkan Masuk Indonesia Tanpa Terdeteksi