Selain itu, yang lain menerima kondisi hilangnya keragaman hayati sebagai lintasi evolusi baru dan alami.
Bahkan, beberapa menganggap bahwa keanekaragaman hayati harus dimanipulasi semata-mata untuk kepentingan umat manusia.
Baca juga: Mengenal Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan untuk Menghindari Kepunahan
"Kita adalah satu-satunya spesies yang memiliki pilihan untuk sadar mengenai masa depan kita dan keanekaragaman hayati Bumi," papar Cowie.
Inisiatif konservasi dilakukan namun itu tak dapat menargetkan semua spesies dan tak dapat membalikkan tren kepunahan spesies secara keseluruhan.
Tetapi upaya konservasi ini tetap harus dilanjutkan sebelum keanekaragaman hayati menjadi punah.
"Menyangkal krisis, menerimanya tanpa bereaksi atau bahkan menjadi pemicunya akan membuka jalan bagi Bumi menuju Kepunahan Massal Keenam," tambah Cowie.
500 Spesies di Ambang Kepunahan
Sementara itu sebuah analisis dari studi baru menunjukkan kepunahan massal satwa liar di Bumi berlangsung semakin cepat. Ilmuwan memperingatkan ini kemungkinan menjadi sinyal titik kritis bagi runtuhnya peradaban.
Melansir Koompas.com dari The Guardian, Selasa (2/6/2020), lebih dari 500 spesies hewan darat ditemukan berada di ambang kepunahan dan kemungkinan akan hilang dalam 20 tahun mendatang.
Sebagai perbandingan, jumlah spesies yang sama telah hilang selama sepanjang abad terakhir. Hilangnya spesies tersebut tanpa adanya perusakan alam oleh manusia. Bahkan, menurut ilmuwan, tingkat kepunahan ini akan memakan waktu selama ribuan tahun.
Hewan vertebrata di darat di ambang kepunahan dengan kurang dari 1.000 orang tersisa, termasuk di antaranya badak Sumatera, rusa Clarion, kura-kura raksasa Espanola dan katak harleguin.
Data historis yang tersedia untuk 77 spesies dan para ilmuwan menemukan spesies ini telah kehilangan 94 persen populasi mereka.
Para peneliti juga memperingatkan efek domino dari hilangnya satu spesies lain.
Mereka mengatakan kepunahan menimbulkan masalah pada lingkungan dan itu tidak dapat dipulihkan.