TRIBUNNEWS.COM -- Letusan gunung berapi bawah laut yang terjadi pada hari Sabtu (15/1/2022) lalu di Tonga diklaim berkekuatan mencapai 10 megaton TNT.
Kepala ilmuwan di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA, James Garvin letusan gunung berapi tersebut 500 kali lebih kuat dari bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang pada akhir Perang Dunia II.
Sementara itu, ahli geofisika dari US Geological Survey Michael Poland menuturkan, letusan gunung Hunga Tonga-Hunga Ha'apai terdengar sampai Alaska.
Baca juga: Erupsi Gunung Berapi Tonga: Foto-foto Terbaru Perlihatkan Kerusakan akibat Tsunami
"Ini mungkin letusan paling keras sejak (letusan gunung berapi Indonesia) Krakatau pada tahun 1883," kata Poland seperti dilansir dari NPR, Selasa (18/1/2022).
Letusan Gunung Krakatau tercatat menewaskan ribuan orang dan mengeluarkan begitu banyak abu sehingga membuat sebagian besar wilayah di Indonesia menjadi gelap gulita.
"Jika bercermin dari letusan gunung berapi di masa lalu, maka kita tidak akan mengalami ledakan (dari letusan gunung) lagi untuk sementara waktu," ujar Garvin.
Tiga hari pasca letusan gunung api bawah laut terjadi, Tonga masih tidak bisa tersambung dengan jaringan telepon maupun internet.
Baca juga: 3 Pulau Kecil di Tonga Rusak setelah Dihantam Tsunami, Hanya Beberapa Rumah yang Tetap Berdiri
Sebab, kabel komunikasi bawah laut tampaknya telah terputus, sementara bandara tertutup abu, sehingga bantuan ke ibu kota Nuku'alofa pun terlambat.
Berdasarkan monitoring yang dilakukan pemerintah Selandia Baru, memperlihatkan bahwa abu telah menyelimuti rumah-rumah dan banyak bangunan lainnya.
Sejauh ini Kementerian Luar Negeri Selandia Baru telah melaporkan setidaknya dua orang dipastikan meninggal akibat tsunami di Tonga.
Selain itu, beberapa bangunan di pulau-pulau terpencil di Tonga pun dilaporkan rusak.
Terbentuknya pulau baru Sebelumnya, pulau baru setelah erupsi gunung bawah laut seperti di Tonga mulai bermunculan di Samudra Pasifik.
Baca juga: Abu Vulkanik Tunda Upaya Bantuan Selandia Baru untuk Tonga
Misalnya pada akhir 2014 dan awal 2015, aktivitas vulkanik di gunung itu membentuk wilayah yang lebih tinggi dari laut, dan menciptakan pulau baru di sekitarnya.
Lapisan uap dan abu akhirnya menghubungkan pulau-pulau itu, kemudian dikenal sebagai Hunga Tonga-Hunga Ha'apai, dengan dua pulau yang berusia jauh lebih tua di kedua sisinya.