Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Google dan Institut Sumber Daya Dunia (WRI) meluncurkan alat pemetaan baru bernama Dynamic World untuk mengetahui detail tutupan lahan di permukaan bumi di seluruh dunia secara real time.
Dikutip dari Mongabay, Jumat (10/6/2022) Dynamic World memiliki resolusi tinggi. “Ini adalah batas baru dalam pemantauan lingkungan global, resolusi tinggi, hampir real time,” kata Rebecca Moore, direktur Google Earth.
Dynamic World bekerja dengan didukung kecerdasan buatan berbasis cloud Google Earth Engine.
Dynamic World menggunakan citra satelit dengan resolusi 10 kali 10 meter (33 kali 33 kaki) dari satelit Badan Antariksa Eropa Sentinel-2 untuk menampilkan cakupan terkini dari suite jenis lahan dan air yang berbeda, termasuk pembangunan perkotaan, lahan basah, hutan, tanaman pangan dan pepohonan.
Citra satelit biasanya diproses segera setelah tersedia. Sampai saat ini, peta tutupan lahan global seringkali membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk dibuat, dan diperbarui hanya setiap bulan atau tahunan.
Akibatnya, para pembuat kebijakan terkadang kekurangan data untuk mengatasi kerusakan lingkungan seperti dampak banjir, badai, dan kebakaran hutan.
“Kami telah mendengar dari sejumlah pemerintah dan peneliti bahwa mereka berkomitmen untuk mengambil tindakan tetapi mereka kekurangan informasi pemantauan lingkungan kritis yang mereka butuhkan untuk memahami apa yang terjadi di lapangan,” kata Moore.
Baca juga: Google Maps Hadirkan Fitur Baru untuk Pantau Kualitas Udara
Dia menambahkan, tingkat detail yang tersedia melalui Dynamic World memungkinkan para ilmuwan dan pembuat kebijakan dengan cepat mendeteksi dan mengukur tingkat perubahan lingkungan di mana pun.
Fitur Dynamic World akan memungkinkan fleksibilitas yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk komunitas pengguna yang beragam di berbagai disiplin ilmu.
Alat Dynamic World memanfaatkan orbit sistematis satelit Sentinel-2 ESA, yang mengumpulkan citra seluruh dunia setiap lima hari di khatulistiwa dan setiap dua hingga tiga hari di pertengahan garis lintang, berjumlah lebih dari 5.000 gambar per hari.
Saat citra satelit baru tersedia, sistem AI mengklasifikasikan tipe tutupan lahan hampir secara real-time dengan mendeteksi kombinasi sembilan tipe tutupan lahan yang berbeda, seperti air, vegetasi yang tergenang, area pembangunan, pohon, tanaman pangan, tanah kosong, rumput, semak/ semak belukar, dan salju/es dalam gambar dan menghitung jenis mana yang paling representatif dalam setiap piksel 10 kali 10 meter.
Pembaruan terus-menerus berarti kumpulan data sangat mutakhir, dan pengguna juga dapat membandingkan peta penggunaan lahan untuk area tertentu di seluruh periode waktu yang dipilih antara 2015 dan dua hari yang lalu.
Kumpulan data ini dapat diakses secara terbuka dan tersedia secara gratis di platform pemantauan Google Earth Engine dan Resource Watch.
Baca juga: Cara Cek Ganjil Genap DKI Jakarta dengan Google Maps
Sementara itu, Craig Hanson, wakil presiden bidang pangan, hutan, air, dan laut di World Resources Institute, mengatakan alat pemetaan baru ini akan memungkinkan kelompok publik, swasta, dan nirlaba membuat keputusan yang lebih bijaksana untuk melindungi, mengelola, dan memulihkan hutan, alam dan ekosistem, serta menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan.
“Dunia mengalami peningkatan permintaan akan makanan, kayu, bioenergi, untuk ekspansi perkotaan. Sementara itu, kita perlu melestarikan lahan untuk alam, keanekaragaman hayati dan iklim.” imbuh Hanson.
Hanson juga menegaskan, Dynamic World akan menampilkan "denyut kehidupan" sepanjang tahun, sehingga berguna untuk memahami tren jangka panjang dari perubahan ekosistem musiman.
Misalnya, karena lanskap tergenang secara musiman, tutupan lahan dapat beralih dari padang rumput atau pepohonan menjadi lahan basah dan air.
Dalam lanskap pertanian, Dynamic World mampu mendeteksi keberadaan dan proliferasi sistem wanatani, yang dulunya hanya diklasifikasikan sebagai lahan pertanian.
Fitur Pengecek Kualitas Udara
Google sebenarnya juga baru saja menyediakan fitur baru untuk memantau kualitas udara melalui Google Maps.
Dikutip dari Phone Arena, Kamis (9/6/2022) Google menambahkan fitur baru ini untuk memudahkan pengguna yang akan beraktivitas atau berlibur di luar ruangan.
Fitur baru untuk memantau kualitas udara ini akan tersedia di Google Maps untuk pengguna Android dan iOS di Amerika Serikat.
Google mengatakan, indeks kualitas udara di Google Maps akan diperbarui secara real time oleh lembaga pemerintah, seperti Badan Perlindungan Lingkungan di Amerika Serikat.
Selain itu, perusahaan Mountain View menyebutkan Google Maps juga menampilkan informasi kualitas udara dari PurpleAir.
Pengguna Google Maps yang ingin memantau kualitas udara harus menambahkan lapisan khusus ke peta dengan mengetuk tombol di sudut kanan atas layar, lalu memilih kualitas udara di bawah detail peta.
Pada saat yang sama, pengguna dapat melihat informasi kualitas udara dari PurpleAir di layar dan speaker Nest.
Ini merupakan peningkatan penting karena sensor PurpleAir memiliki jangkauan yang luas di AS, yang berarti lebih banyak orang akan dapat mengakses jenis informasi ini langsung dari perangkat Nest mereka.
Di sisi lain, Google mengumumkan kemitraannya dengan National Interagency Fire Center (NIFC) yang memungkinkan pengguna Maps melihat detail lokasi terjadinya suatu kebakaran.
Google juga akan menambahkan data kabut asap di seluruh AS dari National Oceanic and Atmospheric Administration ke informasi kualitas udara di Google Penelusuran.