Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penggunaan teknologi modifikasi cuaca (TMC) menjadi keharusan untuk mengantisipasi munculnya bencana alam.
Garam dapur yakni NaCl dan CaCl2 kerap menjadi bahan material yang digunakan untuk mengendalikan hujan.
Mengutip laman Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), cara kerja modifikasi cuaca dilakukan dengan menyemaikan garam NaCl dan CaCl2 ke dalam awan.
Baca juga: Jumat Esok Jakarta Berpotensi Hujan Sangat Lebat, Jabar dan Jateng Utara Hujan Sangat Ekstrem
Larutan garam tersebut dimasukkan ke dalam suar dibuat oleh BPPT kemudian diangkut menggunakan pesawat.
Pilot terbang langsung menuju ke awan kumulonimbus atau awan kumulus yang menjulang tinggi.
Awan tersebut dibentuk oleh aliran udara ke atas yang kuat dari tanah, seiring waktu awan ini berkembang menjadi badai petir.
Setelah pesawat terbang di dalam awan, pilot menyalakan suar dengan mekanisme penembakan ke awan.
Suar yang ditembakkan melepaskan asap dan senyawa garam seperti natrium klorida atau kalium klorida, ke udara, yang menarik uap air di awan untuk membentuk tetesan air.
Tetesan ini menyatu menjadi tetesan yang lebih besar dan, setelah cukup berat, akhirnya bisa jatuh sebagai hujan.
Penerbangan penyemaian awan dengan garam NaCl dan CaCl2 dapat memakan waktu tiga hingga empat jam.
Baca juga: Prakiraan Cuaca BMKG Jawa Barat Jumat, 30 Desember 2022: Tasikmalaya Hujan Petir, Garut Berawan
Bukan hanya mereduksi hujan (rain reduction) di suatu lokasi tetapi juga bisa meningkatkan intensitas curah hujan (rain enhancement) di suatu tempat.
Namun, metode penyemaian garam menggunakan pesawat bukan menjadi cara satu-satunya.
Ada metode lain untuk menghantarkan bahan semai itu ke awan dari darat yakni menggunakan wahana Ground Based Generator (GBG) dan wahana Pohon Flare untuk sistem statis.