Keinginan Eko itu disetujui warga, terutama dari kalangan pemuda yang saat itu langsung merealisasikannya dengan membenahi akses jalan menuju Bukit Grenden.
Termasuk membangun spot-spot foto kekinian yang Instagramable agar menjadi tempat swafoto para pengunjung.
Sebut saja rumah pohon, sarang burung, rumah kurcaci, rumah terbalik, menara kursi, bulan sabit, hingga ayunan.
Sebagian besar spot ini berada di lembah hijau yang berada di bawah Bukit Grenden.
Sehingga pengunjung harus naik sejenak ke Bukit Grenden, lantas melihat ke bawah, kemudian turun untuk mendapati spot-spot tersebut.
Menurut Teguh, butuh waktu satu tahun bagi pihak pemuda menyiapkan spot selfie tersebut.
"Setelah selesai semuanya, barulah sekitar tahun 2015-an, kami membuka Bukit Grenden sebagai tempat wisata," katanya.
Pembukaan Wisata Alam Grenden juga dibarengi dengan pembukaan jalur pendakian menuju Gunung Merbabu.
Teguh bilang, minat para pendaki untuk naik Gunung Merbabu via Grenden, cukup besar.
Pasalnya, jalur pendakian Gunung Merbabu via Grenden yang telah dirintis warga, lebih nyaman dan cepat ketimbang jalur pendakian Gunung Merbabu lainnya.
Bagi warga setempat, mereka hanya butuh waktu sekitar tiga jam untuk sampai ke Kentheng Songo, puncak Gunung Merbabu dan pendaki biasanya lima jam.
Lain halnya dengan jalur pendakian Gunung Merbabu lain yang menghabiskan waktu lebih dari tujuh jam untuk sampai ke puncak Gunung Merbabu.
"Pendaki juga tetap mendapati padang sabana yang jadi ciri khas Gunung Merbabu. Bonus lainnya di atas Pos 3 ada hutan yang seluruh pohonnya ditumbuhi lumut, luasnya sekitar 4 hektare," ungkap Teguh.
Namun, pendakian Gunung Merbabu via Grenden itu tak berlangsung lama.