Suku Uighur adalah kelompok minoritas Muslim di China yang berjumlah sekitar 11 juta orang dan bermukim di bagian barat negara ini.
Pada Agustus 2018, sebuah komite PBB mendapat laporan, hingga satu juta warga Uighur dan kelompok Muslim lainnya ditahan di wilayah Xinjiang barat.
Di sana mereka menjalani apa yang disebut program 'reedukasi, atau 'pendidikan ulang'.
Respons pemerintah Indonesia
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, Indonesia masih menunggu informasi terkait kondisi aktual warga Uighur Xinjiang.
Ia mengatakan, pada 17 Desember lalu, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi telah memanggil Dubes China di Indonesia untuk menyampaikan keprihatinan.
Selain itu, juga telah memerintahkan Duta Besar RI di Beijing untuk melihat keadaan sebenarnya di Xinjiang, RRC.
"Semuanya menunggu laporan dari Kedubes dan follow up dari pertemuan, pemanggilan Dubes China ke Menlu pada tanggal 17 lalu," ujar JK, di Kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (20/12/2018).
Sementara itu, Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan, Pemerintah RRC harus memberikan penjelasan terbuka terkait kondisi aktual warga Uighur Xinjiang.
Menurutnya, sejumlah informasi beredar tentang kondisi warga Uighur.
Satu di antaranya disebutkan telah terjadi separatisme sehingga menggerakkan simpatik masyarakat dunia.
"Dalam dunia global dengan kecepatan arus informasi seperti saat ini, kondisi masyarakat Uighur penting untuk diketahui masyarakat dunia."
"Maka, akan jauh lebih baik bila pihak otoritas Pemerintah RRC langsung yang menjelaskan ke masyarakat dunia, agar tak menimbulkan dugaan-dugaan yang tak berdasar," ujar Menag di Jakarta, Rabu (19/12/2018).
(Tribunnews.com/Sri Juliati)