News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Erupsi Gunung Anak Krakatau

Penjelasan BMKG Soal Fenomena Tsunami Akibat Longsoran dan Erupsi Gunung Api yang Sangat Langka

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan mengapa persitiwa tsunami akibat longsoran dan erupsi gunung api merupakan fenomena langka. Menurut BMKG, dari seluruh data peristiwa tsunami di dunia, tsunami yang disebabkan oleh longsoran hanya 3% dan yang disebabkan oleh erupsi gunung api hanya 5%.

TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan mengapa persitiwa tsunami akibat longsoran dan erupsi gunung api merupakan fenomena langka.

BMKG mengambil contoh tsunami di Greenland pada 17 Juni 2017 yang lalu.

Sebuah pulau di Samudera Atlantik utara, terjadi gempa kecil dengan magnitudo 4,1 yang memicu longsor dan membangkitkan tsunami.

BMKG mengatakan jika saat ini belum ada sistem peringatan dini tsunami untuk kasus tsunami yang dipicu longsor.

Baca: Prakiraan Cuaca BMKG DKI Jakarta Hari Ini, Cek Sebelum Liburan Akhir Tahun

Karena tsunami akibat longsor di samping kejadiannya sangat langka juga masih sulit untuk mengenali parameter dan precursornya.

Tsunami senyap ini menewaskan empat orang dan merusak permukiman di Pantai Nuugaatsiaq.

BMKG pun akhirnya menjelaskan mengapa fenomena tsunami akibat longsoran dan erupsi gunung api sangat langka.

Menurut BMKG, dari seluruh data peristiwa tsunami di dunia, tsunami yang disebabkan oleh longsoran hanya 3 persen dan yang disebabkan oleh erupsi gunung api hanya 5 persen.

Baca: Ifan Seventen Sebut Peringatan BMKG Tentang Tsunami Bulshit! Berikut Penjelasannya

Secara statistik jenis tsunami ini jumlahnya hanya sedikit.

Lebih dari 80 persen, peristiwa tsunami yang terjadi disebabkan oleh aktivitas gempa tektonik.

BMKG mengatakan wajar jika pemerintah di berbagai negara selama ini memfokuskan pada pembangunan sistem peringatan dini tsunami yang disebabkan oleh gempa tektonik yang kejadianya jauh lebih sering.

Peristiwa tsunami akibat longsoran dan erupsi gunung api hingga saat ini secara operasional belum ada sistem peringatan dininya meski beberapa negara sudah mengkajinya.

Baca: Prakiraan Cuaca BMKG 33 Kota Hari Ini Minggu 30 Desember, Waspada Hujan Lebat Jelang Tahun Baru 2019

Peritiwa tsunami destruktif di Selat Sunda pada 22 Desember 2018 yang lalu menyadarkan akan pentingnya membangun sistem peringatan dini tsunami yang dipicu longsoran.

Hingga saat ini, Gunung Anak Krakatau diketahui mengalami penyusutan tinggi setelah terjadi letusan pada Jumat (28/12/2018) tengah malam pukul 00.00 WIB hingga 12.00 WIB.

Tinggi Gunung Anak Krakatau yang semula adalah 338 meter di atas permukaan laut menyusut menjadi 110 meter.

Menyusutnya tinggi gunung yang terletak di Selat Sunda ini telah dikonfirmasi Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Antonius Ratdomopurbo.

Baca: Gempa di Filipina, BMKG: Tak Berpotensi Tsunami di Indonesia

"Bahwa pada sekitar 14.18 WIB kemarin sore terlihat, terkonfirmasi, Gunung Anak Krakatau jauh lebih kecil dari sebelumnya," ujar dia ketika memberikan paparan kepada awak media di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Sabtu (29/12/2018), seperti dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.

Penyusutan tinggi Gunung Anak Krakatau juga diungkapkan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugrohio lewat akun Twitternya.

Sutopo mengungkapkan volume Gunung Anak Krakatau hilang 150 hingga 170 juta meter kubik.

Menurut Sutopo, menyusutnya tinggi Gunung Anak Krakatau disebabkan karena proses tubuh dan erosi selama 24 hingga 27 Desember 2018.

Baca: Dua Kali Gagal Beri Deteksi Dini, Dosen UGM Tulis Surat Terbuka untuk Jokowi Agar BMKG Dirombak

"Perubahan tubuh Gunung Anak Krakatau.

PVMBG memperkirakan yang semula tinggi 338 meter, saat ini 110 meter.

Volume Anak Krakatau hilang 150-170 juta m3.

Volume saat ini 40-70 juta m3.

Berkurangnya volume tubuh GAK disebabkan proses rayapan tubuh & erosi selama 24-27/12/2018," tulis Sutopo dalam Twitter miliknya.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini