Jelang bebasnya Abu Bakar Baasyir mendapat respon dari berbagai pihak, termasuk PM Australia, Scott Morrison. Skema pembebasan pun juga dipertanyakan.
TRIBUNNEWS.COM - Kuasa hukum Jokowi, Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa Abu Bakar Baasyir dinyatakan bebas tanpa syarat.
Abu Bakar Baasyir direncanakan akan bebas pada pekan ini.
Abu Bakar Baasyir bebas melalui kebijakan Presiden Joko Widodo dengan syarat yang ditiadakan.
"Statusnya bebas tanpa syarat," ujar Yusril di kantor The Law Office of Mahendradatta, Jl. Fatmawati Jakarta Selatan, Sabtu (19/1/2019).
Baca: Respons Maruf Amin Sikapi Keberatan PM Australia Soal Pembebasan Abu Bakar Baasyir
Menurut Yusril, Tim Pembela Muslim (TPM) sebelumnya sudah mengajukan pembebasan bersyarat untuk Baasyir.
Yusril mengatakan dalam memberikan pembebasan tanpa syarat kepada Baasyir, Jokowi mengenyampingkan Permenkumham 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi.
Menurut Yusril, Jokowi punya hak untuk mengenyampingkan kebijakan Kemenkumham yang dituangkan dalam Permenkumham.
Pernyataan Jokowi secara lisan dapat didasarkan menjadi syarat untuk pembebasan Baasyir.
"Presiden bisa bertindak menyimpang atau mengesampingkan dari aturan menteri itu dengan berpegang pada alasan-alasan, presiden pemegang otoritas tertinggi dalam administrasi negara," jelas Yusril.
Baca: Wakil Ketua MUI Sebut Maruf Amin Pernah Mengusulkan Pembebasan Abu Bakar Baasyir
Skema Pembebasan Dipertanyakan
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mempertanyakan skema pembebasan yang diberikan Presiden Joko Widodo kepada Ustaz Abu Bakar Ba'asyir.
Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju mempertanyakan pembebasan tersebut karena dinilai bukan merupakan pembebasan bersyarat atau grasi.
"Skema pembebasan yang diberikan Presiden tersebut dipertanyakan, karena menurut keterangan dari Kuasa Hukum ABB, pembebasan tersebut bukanlah pembebasan bersyarat dan juga bukan grasi," kata Anggara melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (20/1/2019).
Baca: Abu Bakar Baasyir Ternyata Sempat Tolak Dua Syarat yang Diajukan Terkait Pembebasannya
Anggara menjelaskan, untuk membebaskan warga pemasyarakatan sebelum masa pidana berakhir adalah melalui pembebasan bersyarat.
Hal itu diungkapkan Anggara dengan mengacu pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Kemudian, pembebasan tersebut dikatakan Anggara juga bukan merupakan grasi, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
Baca: Fakta-fakta Jelang Abu Bakar Baasyir Bebas, Sempat Tolak Hal Ini hingga Keraguan Akan Kebebasannya
Anggara menerangkan, alasannya adalah Abu Bakar Baasyir tidak pernah mengajukan grasi tersebut.
"Kuasa hukum menjelaskan bahwa pembebasan ini juga bukan grasi yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, karena narapidana ABB tidak pernah mengajukan grasi ke Presiden," jelas Anggara.
Pembebasan itu disebutkannya bukan pula amnesti, yang merupakan penghapusan segala konsekuensi hukum atas tindak pidana yang dilakukan.
Berdasarkan UU Darurat No 11 tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi, presiden memberikan amnesti setelah mendapatkan nasihat tertulis dari Mahkamah Agung (MA).
Baca: Jelang Kepulangannya, Ini yang Dilakukan Abu Bakar Baasyir di Lapas Gunung Sindur
Untuk itu, jika memang pembebasan Abu Bakar murni karena langkah kemanusiaan, ICJR pun berharap Presiden Jokowi dapat melakukan langkah serupa, misalnya terhadap terpidana mati.
Mendapat Protes Dari Australia
Pemboman yang dilakukan oleh Abu Bakar Baasyir di Bali pada tahun 2002 silam, telah menewaskan 202 orang termasuk warga Australia.
Mendengar Abu Bakar Baasyir akan bebas, membuat tertegun para keluarga korban bom Bali.
Dikutip Tribunnews.com dari Sbs.com.au, Perdana Menteri Australia, Scott Morrison mengatakan, pihaknya telah melakukan kontak dengan pemerintah Indonesia pada Sabtu (19/1/2019).
Baca: Abu Bakar Baasyir Sempat Menolak Dua Syarat yang Diberikan
"Posisi Australia tentang masalah ini tidak berubah, kami selalu menyatakan keberatan yang paling dalam," kata Morrison kepada wartawan di Melbourne.
Jan Laczynski, seorang kerabat yang kehilangan teman-temannya pada 2002 silam merasa terkejut jika Abu Bakar Baasyir akan bebas.
"Terkejut bahwa dia (Abu Bakar Baasyir) akan dibebaskan," kata Jan Laczynski.
Baca: Tim Sukses Prabowo Curiga Ada Motif Politik di Balik Pembebasan Abu Bakar Baasyir
"Berita yang benar-benar dahsyat sama efektifnya dengan kehidupannya sementara semua orang menderita melihatnya keluar dari penjara," lanjutnya.
Respon Ma'ruf Amin
Dikutip dari Tribunnews.com, calon Wakil Presiden nomor urut 01, Ma'ruf Amin merespon protes dari Australia.
Ma'ruf Amin berpandangan jika pembebasan Baasyir merupakan langkah tepat yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia.
Terutama sudah menilik dari sifat penegakan hukum dan kemanusiaan.
Baca: Abu Bakar Baasyir Bebas, Yusril Sebut Pemerintah Tak Takut Tekanan Asing
"Itu urusan dalam negeri kita. Saya kira pemerintah punya kebijakan-kebijakan. Ada yang sifatnya penegakkan hukum dan ada sifatnya kemanusiaan dan Pak Jokowi sudah mengambil langkah itu," ujar Ma'ruf.
Hal tersebut disampaikan Ma'ruf seusai acara deklarasi dukungan relawan Moja 31, Cigugur Girang, Bandung Barat, Minggu (20/1/2019).
Ma'ruf meyakini, persoalan pembebasan Baasyir tidak akan mempengaruhi hubungan diplomasi antar kedua negara, lantaran memiliki kedaulatannya masing-masing.
"Tidak, kita masing-masing punya kedaulatan," ungkapnya.
Baca: Abu Bakar Baasyir Bebas, Pengamat: Waspadai Permainan Intelijen Asing
Ma'ruf berharap tak ada intervensi antar negara terkait permasalahan Abu Bakar Baasyir.
Ma'ruf mengapresiasi langkah yang ditempuh oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ya, supaya tidak mengintervensi masing-masing negara," imbuh Ma'ruf.
(Tribunnews.com/Whiesa)