TRIBUNNEWS.COM - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus Ahmad Dhani berencana untuk mengajukan banding.
Alasannya tak lain adalah putusan yang diberikan Ahmad Dhani oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan lebih rendah dari tuntutan JPU.
JPU menuntut Ahmad Dhani dihukum dua tahun penjara, sementara hakim menjatuhi vonis satu tahun enam bulan penjara.
"Kita juga banding. Alasan, pidananya belum sesuai dengan tuntutan," ujar JPU Sarwoto melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Kamis (31/1/2019).
Baca: Tanpa Ahmad Dhani, Bagaimana Tanggapan Fans di Malaysia Jelang Konser Reuni Dewa 19?
Selain JPU, pihak Dhani melalui tim kuasa hukumnya juga memutuskan untuk mengajukan banding.
Hendarsam Marantoko, kuasa hukum Dhani mengatakan, ada banyak kejanggalan menjadi salah satu alasan mengajukan banding.
Selain itu, alasan lainnya adalah kliennya hingga saat ini merasa tidak pernah melakukan ujaran kebencian.
"Mas Dhani tidak pernah merasa melakukan ujaran kebencian, makanya kita lakukan banding. Apalagi di tingkat pertama banyak sekali kejanggalan, pertimbangan hukum yang dangkal yang akan kita uji nanti di PT (Pengadilan Tinggi)," ujar Hendarsam.
Baca: Konser Reuni Dewa 19 di Malaysia, Dul Jaelani Gantikan Posisi Ahmad Dhani
Berikut fakta terbaru setelah Ahmad Dhani mendekam di penjara, dikutip Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Posisi Nyaleg DPR RI Terancam
Dilansir Tribun Jatim, pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Mochtar W Oetomo menilai, dijebloskannya Dhani ke penjara, tidak berdampak langsung pada elektabilitas pasangan Capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Namun, dengan mendekamnya Ahmad Dhani di penjara, pencalonan dirinya sebagai Caleg DPR RI dari Partai Gerindra menjadi terancam.
Menurut Mochtar, meski Dhani mejadi salah satu simbolisasi Tim Prabowo-Sandi, publik sudah memahami bahwa Ahmad Dhani secara personal memang penuh dengan kontroversi.
Baca: Dul Jaelani Harap Maia Estianty Jenguk Ahmad Dhani di Penjara: Kalau Bunda Peduli Anaknya
"Berbeda dengan konteks pencalonan Pilpres, yang paling menentukan tetap figur Capres dan cawapresnya, bukan figur Jurkam ataupun timnya," tegas Mochtar.