Mahfud MD sebutkan 3 kebiasaan umum para tersangka kasus korupsi, ia menyebut Romahurmuziy baru sampai di tahap pertama, yakni mengaku dijebak dan membantah.
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD beri tanggapan terkait bantahan Ketua Umum PPP Romahurmuziy dalam kasus dugaan jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).
Tanggapan itu ia sampaikan saat ditemui awak media di Gedung KPK Jakarta, Senin (25/3/2019).
Mahfud MD menilai bantahan Romahurmuziy merupakan hal biasa yang dilakukan oleh tersangka kasus korupsi.
Mahfud MD menyebutkan ada tiga kebiasaan yang dilakukan oleh para tersangka kasus korupsi.
Baca: Rektor UIN Antasari Buka Suara, Mahfud MD: Tanpa Harus Mencabut Pernyataan di ILC Saya Minta Maaf
"Ritualitas orang ditangkap itu ada tiga. Pertama bilang, 'Wah saya dijebak'. Padahal tidak mungkin orang dijebak dengan OTT karena OTT itu, kan, pasti dibuntuti sudah lama dan dia sendiri yang mengatur pertemuannya," ujarnya, dilansir Kompas.com.
Kebiasaan yang kedua, menurut Mahfud MD para tersangka akan mengatakan, kasusnya berbau politis.
Tersangka biasanya akan mengklaim dirinya menjadi korban politik.
Kebiasaan yang ketiga, menurut Mahfud, saat sampai pada tahap persidangan, terdakwa akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas surat dakwaan jaksa KPK.
Menurut Mahfud MD, bantahan-bantahan yang dilontarkan para tersangka kasus korupsi akan teruji dalam tahap persidangan.
Baca: Tak Mau Cabut Pernyataan di ILC Soal Jual Beli Jabatan di Kemenag, Mahfud MD: Saya Minta Maaf
"Nanti, sesudah diperiksa, ditunjukkan bukti-bukti, ini kamu tanggal sekian bicara gini, janjinya ini, tanggal sekian, ganti nomor HP ini dan seterusnya, baru dia, oh iya, begitu kan," kata Mahfud MD.
Menurut Mahfud MD, saat ini Romahurmuziy baru sampai pada tahap pertama, yakni mengklaim dirinya dijebak dan membantah menerima uang terkait pengisian jabatan.
Namun, Mahfud MD yakin bantahan itu akan terjawab dalam persidangan di pengadilan.
Tahap kebiasaan yang kedua, tersangka kasus korupsi mengklaim bahwa kasusnya dipolitisasi.
Mahfud MD meminta agar kasus yang menjerat Romahurmuziy tidak dipolitisasi.
Mahfud MD mengatakan, agar kasus ini tidak dikaitkan dengan partai secara kelembagaan dan Pemilu 2019, baik anggota legislatif maupun presiden.
Baca: Pernyataannya di ILC Dinilai Memperkeruh Suasana, Mahfud MD: Saya Minta Maaf Bukan karena Salah
"Namanya penegakan hukum itu enggak usah dikaitkan dengan parpol tertentu. Tidak usah dikaitkan dengan pilpres, pileg," ujarnya
Menurut Mahfud MD, jika ada anggota partai atau tokoh di Jawa Timur yang dimintai keterangan oleh KPK, tidak perlu dipermasalahkan.
Mahfud MD berpendapat, kasus hukum yang sama juga pernah terjadi pada politisi dari partai dan daerah mana pun.
Ia mengatakan, pertanggungjawaban secara hukum akan ditanggung orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
Tanggung jawab hukum tidak dibebankan pada pihak lain.
"Siapa pun yang melanggar hukum dan cukup bukti, ya dipanggil, begitu saja kan. Kalau perlu diproses sampai pengadilan, begitu saja standar hukum kita kalau kita ingin selamat," ujarnya.
Baca: Mahfud MD : Saya Tahu Jual Beli Jabatan, Tapi Bukan di Jawa Timur
Sebelumnya, Ketua Umum PPP Romahurmuziy terjaring dalam OTT KPK di Jawa Timur.
Dia diduga menerima uang dengan total Rp 300 juta dari dua pejabat Kemenag di Jawa Timur.
Mereka adalah Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muafaq Wirahadi.
Uang itu diduga sebagai komitmen kepada Romahurmuziy untuk membantu keduanya agar lolos dalam seleksi jabatan di wilayah Kemenag Jawa Timur.
Romahurmuziy dianggap bisa memuluskan mereka ikut seleksi karena ia dinilai mampu bekerja sama dengan pihak tertentu di Kemenag.
Pada waktu itu, Haris melamar posisi Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
Sementara itu, Muafaq melamar posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.
(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani)