Dengan demikian, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 55,7 persen sampai 58,8 persen dan Prabowo-Sandi 41,2 persen sampai 44,3 persen.
Selain itu, bila menggunakan metode pengukuran tidak langsung dengan skala unipolar 0-10, 0 untuk pasti tidak akan memilih dan 10 pasti akan memilih, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 55,8 sampai 58,6 persen dan Prabowo-Sandi 41,4 persen sampai 44,2 persen.
Dari keempat metode pengukuran elektabilitas tersebut, hasilnya pun sangat konsisten: Jokowi-Ma'ruf unggul signifikan atas Prabowo-Sandi.
"Saat survei diadakan, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf paling rendah dapat 54,5 persen dan paling tinggi dapat 60,5 persen."
"Sementara elektabilitas Prabowo-Sandi paling tinggi 44,3 persen," kata dia.
Terkait alasan responden memilih para kandidat, Deni bilang, tergantung kondisi faktor-faktor lain.
Jokowi misalnya, dipilih karena terkait dengan kepuasan atas kinerjanya sebagai presiden.
Juga kualitas personal, keyakinan atas kemampuan, sikap percaya terhadap hoax tentang, kondisi ekonomi, dan keamanan.
Ketika warga puas dengan kinerja Jokowi sebagai presiden naik, maka elektabilitas Jokowi ikut naik.
Begitu pun sebaliknya, ketika kepuasan atas kinerja Jokowi turun, maka elektabilitas Jokowi ikut turun.
"Keadaan ekonomi penting menaikkan atau menjaga Jokowi unggul atas Prabowo. Urutannya: ekonomi lalu keamanan," kata Deni.
Deni mengingatkan yang menjadi ancaman bagi elektabilitas Jokowi adalah hoax.
Walau Pilpres 2019 masih sekitar 1-2 minggu jika dihitung dari waktu survei ini diadakan, tapi perubahan dukungan dari pemilih masih mungkin terjadi.
“Namun dari berbagai indikator yang ada dan melihat trennya, sangat besar peluang Jokowi-Ma'ruf menang dalam Pilpres 2019," kata Deni.