Ratusan WNI yang 'terpaksa' golput ini berstatus daftar pemilih khusus (DPK).
Sejatinya, dalam aturan main pemilu disebutkan bahwa pemilih yang berstatus DPK berhak mencoblos pada satu jam terakhir atau sebelum pukul 18.00 waktu Sydney.
Namun, faktanya PPLN Sydney tidak sanggup menampung lonjakan massa sehingga antrean membeludak.
Satu TPS yang mengalami lonjakan massa adalah TPS Town Hall.
"Panitia kewalahan karena satu TPS hanya ada tujuh orang petugas. Antrean di luar ekspektasi kami," ujar Heranudin kepada Kompas.com, Minggu (14/4/2019).
Baca: Pemilu 2019 di Luar Negeri, Pemilih Gunakan Hak Pilih di Ambulans hingga Terpaksa Golput di Sydney
Baca: Dituduh Curang, PPLN Sydney Mengatakan Hanya Ikuti Peraturan
WNI di Sydney sebut KPU tidak komunikatif
Ikut serta memberikan suara dalam pemilu adalah hak seluruh warga negara Indonesia.
Batal mengikuti pemilu seperti yang dialami WNI di Syney ini tentu membuat mereka merasa kecewa.
Melisa, WNI yang melakukan pencoblosan suara di Town Hall mengatakan, PPLN tidak profesional dalam melakukan tugas.
Dia bercerita, dia tiba di Town Hall pada pukul 16.00 dan kemudian tidak ada kejelasan untuk bisa mencoblos.
"Status saya sebenarnya sudah DPT tambahan berdasarkan informasi dari KPU tapi di sistem masih berstatus DPK jadi saya mengantri berjam-jam hingga jam 18.00 tanpa ada kepastian.
Panitia di lapangan kurang komunikatif," ujar Melisa dilansir Kompas.com.
Baca: Acha Septriasa Ungkap Kejadian saat Ratusan WNI di Sydney Gagal Nyoblos Pemilu 2019
Baca: Kisruh Pemilu di Luar Negeri: Ribuan WNI di Sydney Golput dan Kericuhan saat BTP Nyoblos di Jepang
Lebih dari 3.000 WNI tanda tangani petisi pemilu ulang
Kekecewaan massa yang tidak dapat mencoblos ditumpahkan di sosial media.