"Hidup itu kayak main film. Hari ini enggak mungkin sama dengan hari sebelumnya. Harus ada totalitas. Tuhan menciptakan manusia itu mau jadi apa. Masih belajar menuju ke sana," ujar Sarah.
Hobi Nonton dan Berenang
Jika sudah tiba di suatu kota dan beristirahat minimal 15 jam di hotel, Sarah akan mengisi waktu dengan menonton film, berenang, dan tidur. Hanya sesekali ia menyempatkan diri melihat suasana kota sambil mencari makan.
Ia menonton film apa saja, termasuk film India dan film komedi Indonesia. Baginya, film menjadi senjata ampuh untuk mengobati rasa galau. Ketika film Habibie dan Ainun diputar di bioskop, Sarah buru-buru menontonnya. Soalnya ia mengidolakan Habibie dan menggenggam impian untuk menciptakan pesawat buatannya sendiri. "Pilot itu cuma operator pesawat. Masih keren yang nyiptain pesawatnya," tambah Sarah.
Dibawa Jatuh
Dalam hidup, Sarah selalu tertantang meraih sesuatu yang lebih baik daripada yang disediakan. Ketika hendak mendaftar untuk Jurusan Teknik Pesawat Udara di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, ia tiba-tiba terpikat pada pilihan lain, yaitu Jurusan Penerbang.
Ia lalu menjalani rangkaian tes, termasuk tes bakat, yang membawanya terbang untuk pertama kali. Pada ketinggian 3.000 kaki, instruktur tiba-tiba mematikan mesin dan sesaat membiarkan pesawat latih itu jatuh bebas. "Baru nerbangin pesawat pertama kali sudah dibawa jatuh," ujarnya.
Sarah lolos ujian mental itu dan kemudian menjalani pendidikan gratis sebagai calon pilot selama dua tahun dua bulan. Ia menjadi satu-satunya siswa perempuan. Sarah berjuang keras agar kekuatannya ketika berlari atau di saat push up bisa menyamai rekan-rekannya yang cowok.
Begitu lulus pada Februari 2009, ia menjadi pilot Garuda dan mulai terbang pada 2010. Ketika ditanya rute yang ditempuh saat pertama kali membawa pesawat berpenumpang, Sarah tertawa dan menjawab, "Saya lupa."
Satu hal yang tak pernah dilupakannya adalah ketika kapten pesawat pura-pura meninggal dunia dan untuk pertama kalinya ia menerbangkan pesawat tanpa panduan. "Rasanya benar-benar harus bertanggung jawab sama penumpang. Ternyata saya bisa menerbangkan pesawat sendiri," tambahnya.
Sejak kecil, Sarah sudah akrab dengan dunia penerbangan. Ia sering kali diajak ke tempat kerja ayahnya yang bertugas di bagian teknik penerbangan. Sempat lima tahun mengikuti ayahnya tinggal di Biak, Sarah berharap suatu saat bisa membuka sekolah untuk anak-anak kurang mampu di sana. Agar suatu hari kelak, mereka bisa terbang juga bersama Sarah untuk menggapai mimpi....
Di antara ayam jago
Ketika Sarah masih di dalam kandungan, sang ibu sudah terbiasa berhadapan dengan binatang liar, seperti biawak, di pedalaman Biak, Papua. Sarah lantas bertumbuh menjadi gadis kecil yang pemberani, periang, dan tomboi.
Jika ayahnya sedang memperbaiki mesin, Sarah kecil ikut-ikutan sibuk dengan membalikkan sepeda mininya. Sifat tomboi itu ternyata berlanjut ketika ia menjadi satu-satunya siswa perempuan di STPI. Di STPI, Sarah harus tampil seperti ayam jago, julukan bagi anak laki-laki siswa STPI. Rekan-rekannya akan meledek setiap kali dia ingin menangis. "Lu cengeng banget, sih, baru kayak gitu," ujar Sarah menirukan ucapan rekan-rekannya kala itu.