Masyarakat akan dibuat melihat fenomena ini bukan lagi sebagai hitam putih, tapi abu-abu, dibuat tidak yakin dengan pendapatnya sendiri bahwa ‘perilaku seks menyimpang’ mereka bukan hanya tabu, tapi merusak dan merugikan bagi diri mereka sendiri dan masyarakat. Masyarakat diminta lebih banyak berempati pada keadaan mereka (namun mereka sendiri tak mau berempati dan bertanggungjawab atas kerusakan sosial yang dibuatnya). HAM selalu mereka pakai sebagai senjata untuk pembenaran atas perilaku menyimpang dan kerusakan sosial yang mereka lakukan.
Tapi homoseksualitas bukan hanya tentang identitas diri, tapi juga serangkaian perilaku seksual dan sosial. Ini, bukan wacana tunggal. Semua saling berkaitan. Maka lihatlah puzzle yang terserak dalam sebuah gambar utuh, arus pemikiran liberal, penyelundupan narkoba, buku, majalah dan film selangkangan, pornografi, zina, perkosaan, pembunuhan pasangan, pedofilia dll. Ketika kerusakan merajalela, sementara arus pencegahan dan terapi atas masalah tersebut jauh sangat kecil ketersediannya. Maka jebol, jadi banjir masalah yang akan terus membuat energy bangsa ini terkuras untuk mengatasinya.
Dan itu tugas kita semua, tak akan selesai hanya dengan sumpah serapah.
Setelah jumlah mereka kian banyak, masalah sosial makin menumpuk, maka mereka akan menjadi komunitas baru dengan daya ‘tawar’ dan panggung tersendiri dalam masyarakat. Aktivisnya tak lagi malu-malu, toh jumlah mereka sekarang bereksponen sangat cepat. Lalu apa yang diminta setelah hak pribadi mereka diakui ? tagar yang akan mereka kampanyekan adalah #marriageEquality.
Kelak mereka akan berkata bahwa membatasi pernikahan hanya pada pasangan heteroseksual adalah melanggar amanat konsitusi bahwa semua warga Negara sama kedudukannya di mata hukum. Karena itu kemudian mereka menyerukan perlunya #FamilyEquality padahal merrka sendiri jelas jelas melecehkan fitrah pernikahan.
Setelah pernikahan disahkan Negara, selanjutnya mereka akan menyerukan adopsi anak, penggunaan teknologi ART dan surrogacy agar mereka juga bisa menjadi ‘keluarga’. Berhenti sampai di situ ? oo tidak, selama hawa nafsu menjadi TUhan maka gerakan ini akan terus menggilas.
Mereka bukan hanya meminta masyarakat menerima, mendukung dan melegalkan keberadaan lesbian, Gay, transegender tapi juga akhirnya meminta kita semua menerima perilaku predator seksual mereka pada anak anak lewat gerakan Pedosexual dan mengkampanyekan #loveisageless. Jika kita mengamini kerusakan di satu fase, maka kerusakan itu akan terus menggelinding semua tatanan kemanusiaan dan peradaban. Sehingga bukan hanya manusia saja yang terancam, tapi bahkan hewan dan benda mati macam boneka/sex toy yang ikut ‘jadi korban’ hawa nafsu seksual yang dipuja.
Kita tidak bisa mengatasi semua ini hanya dengan kekahwatiran dan kegalauan. Karena itu berhenti galau dan mulailah beramal, bersama-sama. Tak perlu kita berpecah belah dalam perkara remeh-temeh, karena kita harus bersatu untuk menyelesaikan banyak masalah besar di Negara ini dan umat manusia di muka bumi.
Ini penghujung 2017, semoga keresahan ini jadi momentum untuk bersatu, bergerak bersama untuk jadi solusi atas semua permaslahan bangsa ini ...
kembalilah ke rumah. Benteng terkuat dalam tataran masyarakat. Kembalilah pada kebenaran, kembalilah pada Allah : karena ALLAH adalah sebaik-baik penolong
Ninin Kholida"
Melihat dari biodata Facebook, NininKholida merupakan seorang Co Owner CV Oase Indonesia Madani.
Ia juga seorang pelatih dan penulis di Oase Indonesia.