"Kepada pers yang menulis tentang film ini untuk orang-orang yang belum melihatnya, dan mendorong mereka untuk menonton. Dan kepada anak-anak muda, yang menonton bersama orangtua, mentor, dan teman mereka...," lanjutnya.
"Terima kasih telah memberi tim pembuat film kami sebuah hadiah terbesar: Kesempatan untuk berbagi film ini, bahwa kami menuangkan hati dan jiwa kami, bersamamu," tulis Coogler lagi.
Sebelum menutup surat terima kasihnya, Coogler mengaku terharu akan apresiasi berbagai pihak pada karyanya dan tim.
"Produksi film seperti kerja tim. Dan tim kami terdiri dari orang-orang luar biasa dari seluruh dunia yang percaya pada cerita ini. Jauh di lubuk hati kami semua berharap bahwa orang-orang akan datang untuk menonton sebuah film tentang sebuah negara fiksi di Afrika, yang diperankan warga keturunan Afrika," tulisnya.
"Kami tidak pernah membayangkan bahwa Anda memberi respons sebagus ini. Saya tersanjung orang-orang mau mengeluarkan uang untuk menonton film kami," kata Coogler.
Sutradara berusia 31 tahun itu mengatakan ia dan istrinya sangat terharu melihat penonton dari berbagai latar belakang dan mengenakan busana tradisional masing-masing berdiri di samping poster Black Panther atau bahkan berjoget di lobi bioskop.
Ryan Coogler, yang pada awal surat mengaku sulit menyusun rangkaian kata untuk suratnya itu, menutup surat terbuka itu dengan tulisan "Wakanda Forever".
Di balik ungkapan rasa syukurnya ini, Ryan Coogler ternyata juga menyimpan sebuah kisah nan inspirasional.
Bagaimana tidak? Siapa sangka sutradara yang mampu menghasilkan film Black Panther ini ternyata pernah jatuh begitu miskin hingga hanya bisa tinggal di dalam mobilnya sendiri.
Hal ini ia ungkapkan saat dirinya menjelaskan soal hubungannya antara alur cerita film ini dengan kehidupan masa kecilnya di Oakland, California.
Dalam wawancaranya bersama NPR, Coogler menyampaikan bahwa sewaktu kecil ia sering nongkrong di sebuah toko buku komik di dekat sekolahnya, tempat ia mendapatkan salinan pertama dari komik "Black Panther".
Buku komik itu ia dapatkan setelah ia menanyakan kepada penjaga toko tentang buku komik dengan orang kulit hitam.
Pada saat itu, Coogler tidak tahu bahwa pembuatan film dari buku komik yang dipegangnya suatu hari nanti akan menjadi panggilannya.
Dia menjelaskan bahwa sebenarnya sampai perguruan tinggi ia memiliki aspirasi untuk bermain football dan menjadi seorang dokter.