Sebagai atlet pelajar yang mendapat beasiswa olahraga di Saint Mary's College, Coogler mengambil kelas menulis kreatif di mana dia menulis tentang saat ayahnya hampir mati terbunuh dalam pelukannya.
Setelah itu, profesornya memanggilnya ke kantornya dan bertanya apa yang ingin dia lakukan dengan hidupnya.
Dia menjelaskan bahwa dia ingin menjadi seorang dokter, namun profesornya meyakinkannya untuk mempertimbangkan penulisan skenario.
Ketika pihak Saint Mary membatalkan beasiswa football-nya karena performa Coogler yang tak cemerlang-cemerlang, ia memutuskan pindah ke Sacramento untuk berkuliah di University of Southern California (USC).
Di sanalah sosok Coogler mulai menemukan passion-nya dalam bidang film.
Sayangnya, masa-masa awal hidup baru Coogler ini sempat dipenuhi cobaan.
Selama semester pertama di USC dia tinggal di luar mobilnya sendiri.
Hal ini terjadi karena ia kini memiliki biaya pas-pasan untuk berkuliah, tak seperti waktunya di Saint Mary yang disokong beasiswa.
Tinggal 'menggelandang' dan menafkahi hidup melalui berbagai profesi untuk mencukupi biaya perkuliahan ternyata tak memadamkan semangat Coogler untuk berkreasi di bidang film.
Kisah pahit pengalaman kehidupannya ini justru digunakannya sebagai inspirasi untuk serangkaian film pendek yang dibuatnya termasuk film "Fig".
Film pendek tersebut menceritakan kisah seorang pelacur yang secara positif mengubah hidupnya saat membesarkan seorang anak perempuan.
"Film itu berasal dari penelitian mendalam," katanya kepada NPR.
"Saya menghabiskan liburan Natal di jalanan dan mendapat banyak cerita, saya tidak pernah ingin menghindar dari kebenaran."
Setelah semester pertama, seorang pria Afrika-Amerika yang tidak bersenjata bernama Oscar Grant ditembak mati oleh seorang petugas polisi di kampung halaman Coogler di Oakland.
Insiden tersebut, yang memicu kerusuhan di seluruh Bay Area, memberi inspirasi kepada Coogler untuk membawa kisah Grant ke dalam film pertamanya, " Fruitvale Station ."