"Pas dengar almarhum meninggal, saya sampai nangis. Orang-orang pada kaget di kampung. Saya langsung ke Bandung nggak bawa sandal, nggak bawa apa," lanjutnya.
Sepeninggalan Nike Ardilla, Umar masih bekerja di sana selama empat tahun.
Setelah itu, Umar mengaku tidak mau melanjutkan menjadi ART di rumah artis lain, selain Nike Ardilla.
Ia pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung dan rela menjadi pemulung.
"Sekarang di kampung, cari rongsokan. Nggak mau di orang lain. Mendingan di kampung aja ah. Dari pada saya sakit hati, takut ingat almarhum kalau sakit hati," keluh Umar sambil terisak menangis mengingat almarhumah Nike.
Alasannya tak lain karena Nike Ardilla semasa hidupnya sangat peduli dan sayang.
"Maunya digendong habis shootoing. Digendong sama saya. Mau digendong sama Umar," ujar pria yang sedikit gemulai sambil berlinang air matanya mengingat memori bersama Nike.
Kembali kekeh, Umar saat ditanya untuk bekerja menjadi ART artis lain, ia benar-benar menolak.
"Nggak tau. Takut aja nggak kayak almarhum Nike. Inget almarhum. Saya dikampung aja. Nggak peduli. Cari rongsokan. Banyak melihat orang sebelah mata juga, nggak papa," tegasnya.
Selain kini menjadi pemulung, ia juga mengaku menjadi tukang cuci.
"Sekarang mah nyuci manual 11 tahun, rongsokan juga hampir sama 11 tahun," jelas Umar. (*)
(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)