TRIBUNNEWS.COM - Sutradara film 'Kucumbu Tubuh Indahku', Garin Nugroho buka suara soal panutan moral film.
Garin Nurgroho memberikan komentarnya terkait sistem usia yang merupakan hal penting dalam sejarah sensor film.
Ia menuturkan, dalam sejarah sensor film pernah ada kejadian untuk tidak merepresentasikan hal buruk, termasuk tokoh-tokoh yang buruk.
Menurut Garin, hal tersebut justru membuat masyarakat kebingungan.
"Pada awal-awal periode abad 20, masyarakat kebingungan karena kebaikkan tidak mungkin tumbuh tanpa adanya kejahatan untuk diapresiasi," kata Garin yang Tribunnews kutip melalui tayangan Rosi, Kompas TV, Kamis (12/12/2019).
Ia lalu menegaskan soal panduan moral harus diterjemahkan sangat luas.
Pria yang menggarap film 'Soegija' (2012) itu juga menegaskan panduan moral tidak dapat diterjemahkan sebagai hubungan yang sangat hitam putih, seperti dari sifat jelek kemudian insaf.
"Masyarakat sekarang sudah masyarakat yang terbuka," jelasnya.
Baca: Di Acara Rosi Kompas TV, Garin Nugroho: Film Selalu Dianggap Panutan Moral, Itu Kesalahan Besar
Panutan Moral Bukan Tanggung Jawab Pembuat Film
Pria yang menggarap film 'Kucumbu Tubuh Indahku' itu menegaskan bahwa panutan moral bukan tanggung jawab dari pembuat film.
"Kadang-kadang pembuat film justru membikin ending yang pesimistis," tutur Garin.
Ia kemudian menambahkan, ending film yang dibuat hitam atau gelap itu bertujuan untuk membuat orang merasakan inti film itu.
Pria kelahiran Kota Yogyakarta tersebut juga menuturkan, terkadang ending film membuat orang merenungi dirinya, bahkan tanpa pemecahan masalah.
Sebelumnya, ia sempat dilempari pertanyaan soal alasan ending filmnya yang begitu gelap.