"Karena kalau tidak berdarah, saya tidak merasakan menjadi manusia," tutur Garin.
Sutradara film tersebut menambahkan apabila tidak pernah merasakan kekerasan, bagaimana dapat mengerti arti antikekerasan?
Baca: Demi Sebuah Peran Aamir Khan Rela Tumbuhkan Brewok dan Naikkan Berat Badan Sampai 20 Kg
Ia lalu menegaskan di periode-periode pembuatan film era sekarang ini, harus disadari bahwa film memiliki peran yang begitu banyak.
Film Dianggap sebagai Panutan Moral
'Kucumbu Tubuh Indahku' sempat mendapat penolakan di berbagai tempat itu akhirnya membuat nama sang Sutradara itu dihargai di rumah sendiri.
Pro dan kontra bermunculan terkait kelahiran film 'Kucumbu Tubuh Indahku' tersebut.
Menurut Garin Nugroho, di Indonesia ini ada persoalan besar dalam menginterpretasikan sebuah film.
"Di Indonesia itu, film selalu dianggap sebagai panutan moral. Itu kesalahan besar," tutur Garin Nugroho.
Di acara yang dipandu oleh Rosianna Silalahi itu, Garin menuturkan karya film dapat merepresikan kenyataan, menggugat, merepresikan visi sutradara, membuka ruang diskusi hingga memberi ending yang gelap.
Ending yang gelap tersebut agar orang merasakan kegelapan tersebut, lalu dapat mempelajari sesuatu dari karya film.
"Misalkan, film kekerasan, orang mengerti akibat kekerasan itu," katanya.
Penulis buku Seni Merayu Masa itu kembali mengatakan, dilema yang terjadi di Indonesia ini adalah film dianggap sebagai panutan moral.
Baca: Demi Sebuah Peran Aamir Khan Rela Tumbuhkan Brewok dan Naikkan Berat Badan Sampai 20 Kg
"Ini kasalahan yang kemudian merembet. Misalkan di KPI lah, merembet, film menjadi semacam buku untuk segala sesuatu yang bernilai bagus diendingnya," jelasnya.
Kucumbu Tubuh Indahku Sambet Piala Citra