Untuk yang tidak bisa datang langsung, bisa menyaksikannya melalui chanel YouTube "Dalang Seno" ataupun PWKS yang selalu menyiarkan langsung setiap pementasan.
Saat pementasan di Balai Dusun Munggi, ada beberapa kamera perekam yang terpasang dan memiliki dua operator.
Ketika didekati, itu milik dalang Seno dan PWKS yang siap menyiarkan live streaming.
Seno mengaku menggunakan sarana media sosial untuk menyiarkan pementasannya cukup efektif mengenalkan wayang kepada anak muda.
“Anak sekarang SD saja sudah pegang HP, buka-nya konten YouTube atau nonton film atau apa. Kita coba lewat situ (YouTube) ternyata dan ini luar biasa. Semalam itu minimal 10 ribu penonton. Untuk pertunjukan tradisional lho Mas, itu luar biasa. Tembus 20 ribu (penonton) di Magelang kemarin,” ujarnya.
Kebangkitan kesenian tradisional
Seno menilai, banyaknya penonton kesenian tradisional terutama wayang kulit, ini membuktikan kebangkitan seni tradisional yang lama tertidur.
Selama ini banyak pekerja seni yang kebingunan dalam merangkul anak muda.
Namun, setelah dirinya mendalang dengan metode baru yakni mudah diterima oleh semua kalangan termasuk anak muda, ia berharap dicontoh oleh pegiat seni lainnya.
"Di YouTube saya itu ada yang berkomentar pasti ada salah satu atau dua atau tiga komentar yang dulu saya tidak suka wayang, tetapi setelah melihat Pak Seno saya setiap malam suka wayang. Itu kebanggan saya seperti itu," katanya.
Selain itu, mudahnya akses menonton pertunjukan kesenian tradisional semakin banyak anak kecil untuk tertarik menjadi dalang.
Banyak permintaan dari penggemarnya untuk membuat sanggar karena anak-anak mereka ingin menjadi dalang.
Namun hal itu belum bisa dilakukan karena padatnya jadwal pementasan Ki Seno.
Dia takut ketika anak-anak yang ingin belajar tidak diajar langsung oleh dirinya maka motivasinya akan turun.
Diketahui hingga akhir hayatnya, Seno belum mempunyai sanggar pedalangan sendiri.
Tetapi, terkadang ada beberapa orang dari mancanegara belajar mendalang padanya.
Dia juga mempunyai kelompok karawitan sendiri yang diberi nama Wargo Laras dengan jumlah anggotanya kurang lebih 50 orang.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Tribunjogja.com, Kompas.com/Kontributor Yogyakarta, Markus Yuwono)