TRIBUNNEWS.COM - Warga masih mengungsi di tenda-tenda darurat yang didirikan tiha hari pascagempa yang melanda Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat.
Sebagian dari mereka mengungsi di posko yang disediakan pemerintah. Tapi ada juga yang mendirikan di dekat rumah mereka.
Ramli (50), warga Desa Kayuangin, Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene salah satu pengungsi yang mendirikan tenda di dekat rumahnya.
Ramli bercerita, warga yang memilih mengungsi di dekat rumah jarang tersentuh bantuan.
Kebanyakan warga yang mendapat bantuan merupakan pengungsi di posko-posko resmi.
Padahal, kata Ramli, sebagian warga tidak mengungsi di posko resmi karena menjaga barang-barangnya di rumahnya.
Baca juga: Tenda Pengungsi di Majene Diterjang Angin Kencang hingga Porak-poranda
Baca juga: Kisah Sertu Palemba Jadi Tameng Hidup Istri-anaknya dari Reruntuhan Saat Gempa Landa Sulawesi Barat
"Kekurangan air bersih. Kalau bantuan ada juga mi sama beras. Tapi jarang, banyak bantuan yang di tenda-tenda besar," kata Ramli saat diwawancara Kompas.com, Sabtu (16/1/2020) sore.
Penerangan di Desa Ramli juga masih belum stabil. Pasalnya listrik masih padam.
Selain itu lilin dan minyak tanah untuk lampu pelita juga tidak ada. Terpaksa warga menggunakan senter atau ponsel yang sudah diisi dayang di tempat lain.
Di desa yang lebih terpencil kata Ramli, ada juga warga yang masih belum menerima bantuan.
Warga tersebut berada di Desa Salutahungab, area pegunungan di Kecamatan Malunda.
Baca juga: Pascagempa Majene, Sebagian Warga Maliaya Belum Dapat Tenda, Mereka Tinggal di Kandang Ayam
Padahal rumah mereka banyak yang rata dengan tanah.
"Jadi ada yang bilang kenapa cuma dibawa di sini saja bukan ke Lombong," kata Ramli.
Senada dengan Ramli, Nurul Zaskia (22), warga Desa Mekkatta juga masih mengaku kesulitan mendapatkan air bersih.
Selain itu peralatan dan perlengkapan untuk bayi seperti susu dan popok juga sangat kurang.
Padahal, Zaskia punya 8 keluarga yang masih balita ikut mengungsi. Jarak rumah Zaskia dengan lokasi posko induk pengungsian cukup jauh.
"Perlengkapan bayi seperti popok, susu sangat kurang. Padahal ada anak bayi yang baru berusia 20 hari tinggal di dalam (lokasi pengungsian)," ujar Zaskia.
Sementara itu Abdul Khair (31), warga Desa Tubo Tengah, Kecamatan Sendana harus pergi ke posko induk di Kecamatan Malunda untuk mendapatkan susu untuk anaknya.
Khair mengaku, masih banyak lokasi pengungsian di Desa Tubo Tengah yang belum terjamah.
Beruntung dia memiliki kerabat yang mengungsi di posko induk di Kecamatan Malunda.
Keluarganya itulah yang langsung mengambil susu untuk anaknya begitu bantuan tiba.
Khair lalu dihubungi keluarganya itu untuk mengambil susu anaknya yang baru berusia 6 bulan.
"Tidak ada susu. Masih kurang bantuan. Kalau air minum sudah dapat. Kalau untuk mandi cukup air sumur," kata Khair yang mendirikan tenda di halaman rumahnya.
Dari pantauan Kompas.com, posko induk yang berada di halaman sekolah SMK Kota Tinggi juga terendam lumpur.
Hujan yang sering turun membuat sebagian tanah yang ditempati warga menjadi lembek.
Dari data BPBD Majene, ada sekitar 17 ribu warga yang mengungsi akibat gempa besar yang mulai terjadi pada Kamis (14/1/2021) lalu.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Jeritan Pengungsi Majene: Bantuan Hanya di Tenda Besar, Air Bersih dan Susu Bayi Kurang