News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kala Happy Salma dan Widi Mulia Membedah Sajak Bung Karno

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

'Sajak-Sajak Abadi Bung Karno’ menghadirkan duo aktris Hapy Salma dan Widi Mulia dan pegiat sastra Garda Maharsi, Rabu, (30/6/2021).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bung Karno sebagai ‘Bapak Bangsa’ memiliki fokus dengan dunia seni. Begitu cintanya terhadap dunia seni, Bung Karno banyak mengoleksi karya seni saat masih menjabat sebagai presiden.

Bung Karno pun menuangkan jiwa seninya juga dalam karya sastra sajak.

Bagi Bung Karno, sajak juga sebagai medium menggambarkan semangat juang dan keras kepala Bung Karno dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat Indonesia.

Perspektif ini disampaikan tiga narasumber pada “Talkshow & Musik Bung Karno Series” Episode 30, bertajuk ‘Sajak-Sajak Abadi Bung Karno’ menghadirkan duo aktris Hapy Salma dan Widi Mulia dan pegiat sastra Garda Maharsi, dipandu anggota DPR RI Nico Siahaan, tayang di kanal Youtube Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan, Rabu, (30/6/2021).

Seniman muda Garda mengawali perbincangan dengan membacakan puisi karya Bung Karno: Sejarahlah yang Akan Membersihkan Namaku.

Baca juga: Bung Karno dan Proyek ‘Mustika Rasa’: Mimpi Kuliner Indonesia Sejajar dengan Hidangan Eropa

Dikutip dari buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat” halaman 304, puisi itu berbunyi,

“Dengan setiap rambut di tubuhku
aku hanya memikirkan tanah airku

Dan tidak ada gunanya bagiku
melepaskan beban dari dalam hatiku
kepada setiap pemuda yang datang kemari
aku telah mengorbankan untuk tanah ini

Tidak menjadi soal bagiku
apakah orang mencapku kolaborator
Aku tidak perlu membuktikan kepadanya
atau kepada dunia, apa yang aku kerjakan

Halaman-halaman dari revolusi Indonesia
akan ditulis dengan darah Sukarno
Sejarahlah yang akan membersihkan namaku…”

Garda menjelaskan, diksi-diksi yang dipakai dalam puisi ‘Sejarahlah yang Akan Membersihkan Namaku’ menggambarkan nuansa perjuangan Bung Karno.

“Puisi ini hidup dalam satu konteks, menerangkan Bung Karno memiliki prinsip ‘keras kepala’, tapi jelas untuk satu tujuan yakni kemerdekaan Indonesia," kata Garda.

Narasumber lain, Happy Salma membacakan puisi Bung Karno berjudul ‘Sarinah-Sarinah’ tentang perjuangan perempuan tanah air di masa itu.

“Saya kagum sekali atas pandangan luas seorang Bung Karno, di awal usia republik ini. Wawasan internasional beliau sangat variatif, melihat bagaimana seharusnya perempuan-perempuan kita seperti apa. Kemerdekaan yang bagaimana, apakah versi pergerakan feminism, ala Kartini, ala Chalidah Hanum, atau ala Kollontay?” terang pemain teater kawakan itu.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini