Faktor risiko yang bisa dikendalikan sebaiknya dicegah sedini mungkin dengan mulai menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Tidak melakukan aktivitas yang dapat menimbulkan masalah kesehatan di masa depan seperti merokok, konsumsi minuman beralkohol, batasi konsumsi gula, garam dan lemak.
Sementara untuk faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan yakni umur, genetik jenis kelamin. Untuk mengetahuinya sebaiknya melakukan cek kesehatan secara berkala untuk mengetahui riwayat kesehatan sehingga apabila ada kelainan dalam tubuh bisa diketahui dan diantisipasi sedini mungkin.
''Untuk mengetahui itu, maka dilakukan pemeriksaan menyeluruh untuk mencari faktor risiko sehingga bisa kita kendalikan secepatnya,'' terangnya.
Ia pun memberikan penjelasan terkait disinformasi yang beredar bahwa vaksinasi Covid-19 menyebabkan efek samping serius yakni terjadinya pendarahan dalam tubuh.
Pihaknya menegaskan bahwa informasi tersebut tidaklah benar. Hingga kini, belum ada bukti ilmiah yang kuat dan valid yang menunjukkan bahwa ada kaitan antara pemberian vaksin Covid-19 dengan pecahnya pembuluh darah.
Jika ada efek samping dari pemberian vaksinasi Covid-19, sifatnya ringan dan mudah diatasi seperti demam, nyeri, mengantuk, lapar dan lain-lain.
Efek ini biasanya tidak berlangsung lama, maksimal 2 hari pasca penyuntikan vaksin.
"Terkait adanya info bahwa vaksin berisiko menyebabkan stroke pendarahan otak, kami klarifikasi bahwa secara ilmiah pun tidak ada hubungan antara stroke pendarahan dengan vaksin Covid-19," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Fauzi Alamsyah/Rina Ayu/Anita k wardhani)