Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Semakin meningkatnya kasus Covid-19 khususnya varian Omicron berdampak pula pada positive rate yang kian tinggi pada tenaga kesehatan.
Hal ini dapat menyebabkan kondisi kontigensi sampai krisis tenaga kesehatan.
Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan kondisi kontigensi tenaga kesehatan merupakan kondisi kekurangan tenaga kesehatan yang masih dapat diatasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan melalui pengaturan SDM sehingga tidak berdampak pada pelayanan kesehatan.
Baca juga: Kasus Covid-19 Naik, Nakes Kembali Dibayangi Ancaman Burnout Syndrome
Baca juga: Buntut Dugaan Kasus Suntik Vaksin Kosong di Medan, Nakes Ancam Laporkan Pihak yang Viralkan Video
“Sedangkan kondisi krisis tenaga kesehatan merupakan kondisi kekurangan tenaga kesehatan yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga berdampak pada pelayanan kesehatan,” katanya di Jakarta, Minggu (13/2/2021).
Selain melakukan pencegahan penularan, Kemenkes meminta dinas kesehatan provinsi/kabupaten dan seluruh direktur rumah sakit untuk menjamin keberadaan tenaga kesehatan di tempat pelayanan kesehatan di daerahnya.
Strategi pemenuhan kebutuhan SDM kesehatan pada kondisi kontigensi dan krisis tenaga kesehatan dapat dilakukan melalui internal rumah sakit dan eksternal rumah sakit.
Adapun strategi internal rumah sakit dapat dilakukan dengan cara:
- pengaturan jadwal shift
- mobilisasi tenaga kesehatan dari unit lain untuk membantu pelayanan di layanan Covid-19.
- dilakukan juga penyediaan transportasi antar jemput dan akomodasi untuk staf, mengurangi/menunda layanan non emergensi, meningkatkan layanan telemedisin.
- perlu juga pelibatan dokter/tenaga kesehatan yang sedang menjalankan isolasi mandiri tanpa gejala dalam pelayanan melalui telemedisin (memberikan telekonsultasi pada staf atau pasien), penugasan khusus pada dokter yang bertugas di manajemen untuk membantu pelayanan (sebagai konsultan), mobilisasi dokter di luar Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Covid-19 untuk membantu tatalaksana pasien di bawah supervisi DPJP, serta meningkatkan kompetensi petugas dalam perawatan isolasi terutama isolasi intensif.
Selanjutnya, strategi eksternal rumah sakit, dilakukan dengan:
- mobilisasi relawan (koas, PPDS), koordinasi dengan organisasi profesi dalam penyediaan tenaga cadangan untuk membantu, memobilisasi tenaga kesehatan RS dari wilayah kasus Covid-19 rendah ke tinggi.
- juga memobilisasi mahasiswa akhir di institusi pendidikan kesehatan terutama membantu dalam administrasi
- memobilisasi tenaga kesehatan yang bertugas di non faskes/administrasi kesehatan untuk membantu merawat pasien Covid-19 dengan tetapdi payungi regulasi ijin praktek.
Tenaga kesehatan yang terkonfirmasi Covid-19 baik asimptomatik atau gejala ringan dengan perbaikan gejala serta hilang demam lebih dari 24 jam tanpa obat, dapat kembali bekerja minimal 5 hari setelah gejala pertama muncul (Hari ke-0) ditambah 2x pemeriksaan NAAT dengan hasil negatif selang waktu 24 jam.
Tenaga kesehatan dengan risiko kontak erat atau terpapar Covid-19 yang sudah mendapat vaksin dosis ke-3 dapat kembali bekerja setelah hasil negatif pada hari ke-2 setelah terpapar.
“Tenaga kesehatan yang sudah mendapat vaksin dosis ke 2 atau belum di vaksin dapat kembali bekerja jika tes NAAT negatif pada hari ke 1-2 setelah terpapar dan dapat diulang pada hari ke 5-7 dan tetap bekerja dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ucap dr. Nadia.
Tenaga kesehatan yang terkonfirmasi Covid-19 baik asimptomatik atau gejala ringan tidak ada pembatasan ketentuan, namun memprioritaskan tenaga kesehatan dengan kondisi tanpa gejala untuk kembali bekerja lebih awal agar dapat melakukan monitoring pasien di ruang isolasi. Hal tersebut harus berdasarkan persetujuan dari yang bersangkutan.
Tenaga kesehatan dengan risiko kontak erat atau terpapar Covid-19 yang sudah mendapat vaksin dosis ke-3 dapat kembali bekerja setelah hasil negatif pada hari ke-2 setelah terpapar.
“Upaya ini kami harapkan segera dipersiapkan oleh setiap kepala dinas kesehatan provinsi/kabupaten dan direktur rumah sakit,” imbuh perempuan berhijab ini.