TRIBUNNEWS.COM - Irjen Ferdy Sambo diberhentikan dengan tidak hormat sebagai anggota Polri melalu sidang etik di TNCC Divisi Propam Polri.
Menurut Ketua Setara Institute Hendardi, putusan terhadap Ferdy Sambo adalah putusan terberat dalam kode etik kepolisian.
"Namun, jika dilihat dari unsur yang dilanggar, maka putusan tersebut dianggap tepat," ucap Hendardi dalam keterangannya.
Ia sudah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J bersama empat orang lainnya, yakni Bharada e, Brigadir R, Kuat Maruf, dan Putri Candrawathi sang istri.
Secara etik prosedural, menurut Hendardi, tugas Polri sudah dijalankan dengan memberhentikan Ferdy Sambo.
Baca juga: Desmond Mahesa Nilai Terbongkarnya Skenario Ferdy Sambo karena Faktor Budaya
Tetapi dalam konteks pidana, tugas ini akan dijalankan bersama Polri, Kejaksaan dan Pengadilan.
"Sampai di sini saya yakin atensi dan kepercayaan publik akan berangsur pulih, karena berdasarkan fakta-fakta peristiwa, aspirasi korban dan publik dan atensi Presiden RI, Kapolri telah dan terus memberikan penyikapan yang diharapkan," terangnya.
Untuk menyempurnakan kepercayaan publik, secara bertahap, Kapolri memulai agenda reformasi Polri yang komprehensif dan berkelanjutan.
Tak ada bantahan dari Sambo saat sidang etik
Dalam proses mendengarkan keterangan saksi, Ferdy Sambo tidak membantah atas segala ungkapan yang dikatakan mereka.
Hal ini diungkapkan oleh Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo dalam keterangan pers di Mabes Polri.
“Pelanggar Irjen FS (Ferdy Sambo) juga sama tidak menolak apa yang disampaikan oleh para saksi,” katanya dikutip dari Tribunnews.
Tidak ada bantahan dari Ferdy Sambo ini, katanya, membuat dugaan pelanggaran etik telah diakui kebenarannya.
Adapun dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ferdy Sambo adalah merekayasa kasus, penghilangan barang bukti, hingga menghalangi proses penyidikan atau obstruction of justice.