TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat menilai kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) seperti yang dialami Lesti Kejora merupakan fenomena gunung es.
Hal tersebut, kata Rainy, lantaran kasus KDRT masih dianggap fenomena yang tabu di masyarakat Indonesia.
"Di antaranya rasa malu, menjaga nama baik keluarga, penyelesaian secara kekeluargaan, dan ancaman dari pelaku agar tidak melaporkan," kata Rainy ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (7/10/2022).
Menurut catatan Komnas Perempuan, Rainy mengatakan kasus KDRT tercatat tidak mengenal latar belakang sosial dari pelaku maupun korban.
"KDRT dapat terjadi pada semua pasangan, siapapun mereka," jelasnya.
Baca juga: Tetangga Lihat Lesti Kejora Naik Taksi Saat Laporkan Rizky Billar, Ada ruk Bawa Barang-barangnya
Sementara terkait kasus KDRT yang dialami Lesti Kejora, Rainy mendorong agar adanya pemulihan psikis dan psikologis selain pemulihan fisik.
"Kekerasan fisik yang mengakibatkan Lesti Kejora harus dirawat di rumah sakit tak hanya mengakibatkan luka fisik seperti wajah lebam kemerahan dan tulang leher bergeser melainkan juga luka psikis," paparnya.
Selain itu, Rainy juga meminta agar Lesti Kejora juga menjalani pemulihan psikis agar siap menghadapi persidangan.
"Korban KDRT yang menyelesaikan kasusnya secara hukum juga membutuhkan pemberdayaan, khususnya keisapan psikis dan mengetahui proses penanganan secara hukum serta hak-haknya selaku korban KDRT," ujarnya.
Komnas Perempuan Minta Lesti Kejora Anggap KDRT yang Dialami adalah Tindakan Pidana bukan Perselisihan Pasutri
Rainy juga mendorong agar Lesti Kejora bersikap tegas bahwa KDRT yang dialami olehnya adalah tindakan pidana dan bukan perselisihan antara suami-istri yang ranahnya privat.
Sehingga, menurutnya, jika Rizky Billar terbukti melakukan KDRT maka harus dihukum setimpal dengan perbuatannya agar menimbulkan efek jera.
Dorongan dari Komnas Perempuan ini bukan tanpa alasan lantaran tercatat ketika terjadi KDRT maka rentan diselesaikan secara kekeluargaan.
"KDRT rentan memberi impunitas kepada pelaku dalam penyelesaian kasus secara kekeluargaan, padahal langkah tersebut justru merugikan dirinya sebagai korban yang memiliki hak-hak diantaranya hak atas restitusi dan pemulihan," katanya.