Namun, ia tidak lama bergabung dengan Teater Kecil.
Kendati demikian, Nano bertemu dengan jodohnya, Ratna Karya Madjid di teater tersebut.
Pada 1971, ia masuk ke Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta.
Nano bergabung bersama Teguh Karya, seorang dramawan terkemuka Indonesia dan ikut mendirikan Teater Populer tahun 1968.
Sekitar tahun 1975, ia berkeliling Indonesia untuk mengamati teater rakyat serta kesenian tradisi.
Pada 1 Maret 1977, Nano mendirikan Teater Koma.
Selain itu, ia juga menjabat menjadi Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta tahun 1985 hingga 1990.
Tahun 1991 hingga 1992, Nano menjadi Anggota Komite Artistik Seni Pentas untuk Kias (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat).
Selain itu juga menjadi anggota Board of Artistic Art Summit Indonesia pada 2004.
Tahun 1997, Nano pernah menjadi konseptor dari Jakarta Performing Art Market/Pastojak (Pasar Tontonan Jakarta I) yang berlangsung selama satu bulan penuh di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Selain itu, Nano juga menulis dan menyutradarai empat pentas multi media kolosal, antara lain Rama-Shinta (1994), Opera Mahabharata (1996), Opera Anoman (1998), serta Bende Ancol (1999).
Perkenalkan Teater Indonesia di Luar Negeri
Nano membacakan makalah Teater Modern Indonesia di Universitas Cornell, Ithaca, AS tahun 1990.
Pada 1992, ia juga membacakannya di kampus-kampus wilayah Sydney, Monash-Melbourne, Adelaide, dan Perth.