Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM - Apa jadinya jika hidup yang tadinya damai dan bahagia seketika porak-poranda? Layaknya bom nuklir yang menghancurkan ketenangan, kejadian dan masalah yang datang mampu memporak-porandakan kondisi fisik maupun mental seseorang.
Meski waktu berselang, kejadian tak menyenangkan yang meninggalkan luka itu biasanya tak sembuh dengan cepat. Bahkan, orang yang telah melukai kita juga tak lagi tampak di hadapan kita.
Namun, mengapa perasaan marah, bingung, kecewa, sering menyalahkan diri, hingga kehilangan arah tak bisa hilang?.
Pertanyaan-pertanyaan perihal diri dan masalah yang dihadapi butuh ruang dan tempat untuk dicurahkan.
Baca juga: Studi 2,5 Tahun di Singapura, Pelajar asal Indonesia Terbitkan Buku Kehidupan Burung
Dirrect Message (DM) Instagram Selvia Lim @sl.susanto, women entrepreneur yang belakangan juga dikenal sebagai mental health influencer, hampir tiap hari berisi curhatan atas keresahan hidup yang dihadapi oleh para followers-nya.
Sebagai seorang yang juga mengalami ‘bom nuklir’ di beberapa periode hidupnya, Selvia Lim menuangkan segala kisah diri dan beberapa inspirasi dari kisah followers-nya untuk dikupas dan dimaknai lebih berarti dalam buku “Memilih Pulih" yang diterbitkan oleh Penerbit Bentang Pustaka.
Masalah dan rintangan kerap dijadikan sumber stres, frustrasi, sampai depresi.
Akan tetapi, yang kerap tidak kita sadari, meski berpengaruh terhadap kesehatan mental, segala rintangan itu akan menjadi proses bagi kita untuk berkembang dan bertumbuh. Dalam hidup, kita perlu mengalami perubahan yang berbentuk penderitaan, kesakitan, luka, perih, yang akan membentuk diri kita menjadi diri yang lebih baik.
“Aku menganalogikan hal ini dengan artikulasi. Secara definisi, artikulasi adalah perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi bahasa demi kata yang baik, benar, dan jelas. Proses artikulasi yang benar dan baik ini tidaklah mudah. Jika diibaratkan dengan kehidupan kita, artikulasi berarti perubahan pola kehidupan karena ujian/rintangan yang didapat. Ujian atau rintangan tersebut ibarat pelatihan (training) yang perlu kita jalani demi menghasilkan kekuatan mental yang lebih baik. Proses perubahan ini pasti menimbulkan rasa sakit, sedih, luka, kemarahan, penyangkalan. Namun, pada akhirnya ketika kita mampu memproses bahwa semua itu adalah jalan terbaik untuk bertumbuh dan berkembang, kita akan tampil menjadi diri yang lebih baik.”
“Itulah yang melatarbelakangiku memberi judul buku ini Memilih Pulih. Dengan metode artikulasi diri, segala ujian dan rintangan tersebut mampu membuat kita lebih mengenal diri sendiri.” jelas Selvia Lim
Pulih dan Bangkit Butuh Proses yang Panjang
Bangkit dari keterpurukan memang tak semudah yang dikatakan, butuh tekad dan proses yang panjang.
Hal itu yang disadari oleh Selvia dan dituangkannya dalam buku Memilih Pulih.
Tak hanya menyajikan kisah yang bisa direfleksi bersama para pembacanya, Selvia Liem juga mengajak untuk menyadari diri dan segala permasalahan secara jernih.
Misalnya, dengan menyadari asal mula dan bagaimana mental kita selama ini terbentuk.
“Hal yang mengesankan dalam tulisan Selvia Lim ada pada caranya dalam mengajak kita memetakan masalah. Dia tidak bertindak sebagai guru, pengamat, ataupun mediator. Dengan penuh empati, Selvia memosisikan dirinya sebagai sahabat sekaligus survivor yang juga pernah mengalami masalah bertubi-tubi,” kesan Nurjannah Intan, editor Bentang Pustaka.
Suatu hal yang menarik yang dapat ditemui dari buku Memilih Pulih karena tak hanya mengisahkan permasalahan tapi juga terselip pembahasan pola asuh (parenting) sebagai wawasan bagi siapa pun untuk lebih menyadari pengaruh pola asuh orang tua terhadap kondisi jiwa dan pembentukan karakter anak.
“Buku ini seperti membawa kita ke perjalanan hidup tiap individu yang tentunya nggak selalu mulus. Namun, semua itu tergantung bagaimana kita menyikapi dan mengambil pelajaran dari kejadian tersebut. Memilih Pulih memberikan perspektif baru untuk tetap melihat masalah sebagai sesuatu yang normal dan bisa diambil pelajaran positifnya.” demikian ungkap Arlene Clarissa, seorang content creator dan entrepreneur yang turut menjadi pembaca awal buku ini.
Roslina Verauli, psikolog klinis untuk anak, remaja, dan keluarga, turut pula memberikan pengantarnya, “Laiknya film Alice in Wonderland, saya seolah dibawa menuju pintu berisi kisah-kisah hidup yang amat familier.
Termasuk pengalaman riil dari penulis yang telah mengalami berbagai asam garam, “Been there, have done that” dan dunianya. Dalam Memilih Pulih, tiap bahasan menyajikan konsekuensi berbeda dan pembacalah yang akan menentukan: Apakah akan membiarkan dirinya terjebak masalah atau ingin berbenah?”
Buku ini ditulis dengan bahasa yang santai dan mampu jadi teman bersama untuk pulih dan bangkit dari segala ketidaknyamanan. Sama seperti tahun baru yang identik dengan resolusi baru, Memilih Pulih cocok menjadi buku referensi mengantar kehidupan kita lebih baik lagi di tahun 2023 ini. (*/)