TRIBUNNEWS.COM - Film Rose mengajak penonton menyelami pikiran pengidap penyakit kejiwaan skizofrenia.
Di film tersebut digambarkan tokoh-tokoh fiktif berkelebatan di benak mereka.
Film karya sineas Niels Arden Oplev merupakan genre drama keluarga yang ditaburi sentuhan komedi dalam dialog-dialog sederhana para tokoh.
Film ini berbicara mukjizat dalam skala “mikro” tentang kasih sayang adik, berdamai dengan masa lalu, menjadi manfaat meski dilabeli “gila”, dan setumpuk keajaiban hati lain.
Baca juga: Sinopsis Film The Hitmans Bodyguard yang Dibintangi Ryan Reynolds, Tayang Malam Ini di Trans TV
Film bermula saat di dalam bus, Inger memperkenalkan diri sebagai pengidap Skizofrenia.
Ini membuat turis lain syok. Namun, kejujuran Inger menyita perhatian Christian (Luca Riechardt Ben Coker).
Bocah laki-laki ini pelesir ke Paris bersama orangtua, Andreas (Soren Malling) dan Margit (Christiane Gjellerup Koch).
Andreas memperingatkan putranya untuk tidak terlalu dekat dengan Inger. Makin dilarang, inteaksi Christian dan Inger malah menguat.
Yang membuat Rose mudah dicintai penonton, Inger tak ditempatkan sebagai pesakitan tanpa daya.
Ia tampak manusiawi bahkan saat penyakitnya kambuh. Ia bisa memahami dan tetap sayang. Kadang, perilakunya menyebalkan.
Niels Arden Oplev bisa menerjemahkan dengan detail bagaimana Skizofrenia berdampak tak hanya ke psikis tapi juga fisik pasien yang bertransformasi menjadi ringkih dan tampak sekian tahun lebih tua daripada mereka yang sehat.
Dalam film ini Inger sebagai poros tampak lebih tua dari Ellen dan sepantaran dengan ibu kandungnya.
Di sinilah, penggambaran karakter berpenyakit Skizofrenia terasa riil dan meyakinkan.
Performa Sofie Grabol dari gaya bicara, cara menatap lawan bicara, merengek hingga marah, postur tubuh kala berdiri maupun berjalan, semuanya terasa believable.