Di tangan Tonymidi, goresan pena dan tinta bisa melahirkan karya luar biasa yang kaya akan detail. Ia piawai memainkan unsur dark art sambil memadukan dengan text & lettering maupun ornamen lain.
Ini membuat karya-karya Tonymidi Artworks laris dipesan untuk desain cover album, buku, t-shirt dan merchandise, hingga desain label dan kemasan.
Tonymidi mengaku telah mengerjakan artwork merchandise untuk klien papan atas, seperti Deadpool dan Star Wars. Bahkan, beberapa band legenda dunia pernah memesan karya Tony. Sebut saja, Scorpion, Pinkfloyd, Papa Roach, dan AC/DC.
Selain klien luar negeri, Tonymidi juga menggarap karya band Indonesia. Mulai dari band legendaris Dewa, Mocca, sampai beberapa band metal ternama seperti Burgerkill dan Deadsquad.
Deretan nama mentereng itu seolah berbicara bagaimana kualitas karya Tonymidi di mata dunia.
Menggambar untuk Healing
“Saya berniat untuk terus berkarya hingga akhir karena menggambar itu passion saya, lebih dari sekadar hobi,” kata Tonymidi. Baginya, passion merupakan suatu hal yang dilakukan dengan penuh kesenangan. Hidup seolah tidak berarti jika tidak bisa melakukan hal yang ia cintai, yaitu menggambar.
“Menggambar adalah healing buat saya,” ujarnya. Kini dia menularkan kecintaan pada menggambar dengan mendirikan studio ilustrasi Wolfordeer Colony. Berlokasi di Malang dan Banyuwangi, kini Wolfordeer menaungi 6 orang ilustrator yang bekerja secara onsite di studio dan 10 orang ilustrator yang bekerja remote.
Inilah perwujudan mimpi Tonymidi, ilustrator asal sebuah desa di Banyuwangi yang mampu mendunia lewat goresan. Ia pun terus berkontribusi untuk industri kreatif lokal dengan berbagi pengalaman berkaryanya hingga kini.
Sebagai Founder and Illustrator of Wolfordeer Colony, Tonymidi menaruh harapan besar kepada komunitas kreatif di daerah.
“Saya berharap teman-teman kreatif di daerah lebih ‘garang’, jangan ragu tunjukkan taring kreatif kalian,” ujarnya.
Baca juga: Daftar Artis hingga Konglomerat Nyaleg Dapil Neraka Jabar I, Melly Goeslaw hingga Rasyid Rajasa
Ajakan ini beralasan mengingat meski kesadaran digital sudah meluas, tetapi insan kreatif di daerah masih merasa kurang percaya diri. “Sekarang bukan lagi zamannya Jakarta-sentris atau Jawa-sentris. Kita semua bisa menunjukkan eksistensi karya-karya kita secara digital hingga meraih kesempatan mengembangkan karier di kancah nasional maupun internasional,” pungkasnya.