Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Alivio Mubarak Junior
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Musisi sekaligus Ketua Umum AKSI, Piyu menilai adanya ketimpangan hak royalti yang besar antara pencipta lagu dan penyanyi yang membawakannya.
"Saya sebagai ketua AKSI di sini bersuara, untuk bergerak dalam hal ini, kurang lebih kita berdeklarasi kita memang melihat ada ketimpangan yang besar sekali dari para pencipta lagu dengan para pelaku pertunjukan atau artis," kata Piyu di Gedung RRI, Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Pasalnya, Piyu hanya mendapat ratusan ribu dalam setahun ketika lagunya dibawakan penyanyi lain. Sementara si penyanyi untung berkali lipat.
Sementara penyanyi tersebut bisa mendapat keuntungan berkali-kali lipat.
"Jadi artis itu kan menggunakan lagu para pencipta lagu, tapi mereka mendapatkan manfaat ekonominya besar banget," ujar gitaris Padi Reborn itu.
"Mereka bisa dapat berapa ribu kali daripada yg didapatkan para pencipta lagu," lanjutnya.
Piyu pun mengaku hanya mendapat Rp964 ribu dari lagu yang ia ciptakan saat dinyanyikan penyanyi lain di sebuah pertunjukan.
Padahal, satu bulan lagu ciptaannya itu bisa dinyanyikan beberapa kali dalam konser.
"Saya pun hanya dapat Rp964 ribu dalam pendapatan royalti saya, sedangkan saya konser setiap minggu paling nggak ada 2 sampai 3 kali, sebulan bisa 12 sampai 15 kali show," jelas Piyu.
"Kalau dihitung Rp1 juta aja misalnya, paling nggak minimal Rp12 juta saya dapatin dalam sebulan, itu contohnya," katanya lagi.
Baca juga: Ahmad Dhani Blak-blakan Soal Dugaan Pencurian Royalti, Sebut Ada Oknum Maling Gerogoti Hak Komposer
Bukan hanya dirinya, Piyu menjelaskan hal ini juga dirasakan sesama pencipta lagu lainnya yang tidak mendapat hak royalti sewajarnya.
Adapun hal ini lantaran menurut Piyu Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) kurang transparan.
"Kenapa kok bisa kecil gitu? Karena kita melihat adanya ketidaktransparan yg dilakukan oleh LMKN," ungkap Piyu.
Sebelumnya, Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) telah melayangkan dua kali somasi terhadap Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) pada Agustus dan November 2023.
Somasi itu buntut kurangnya transparansi LMKN dalam mendistribusikan hak ekonomi terhadap pencipta lagu sebagai pemegang hak.